There's Always Price to Pay (Week Holiday)

Selalu ada harga yang harus dibayar. Tidak dalam bentuk uang, bisa dalam bentuk lain.


Barang sudah ciut lagi menjadi dua ransel dan satu tas jinjing. Kaki sudah siap melangkah. Arloji bilang sekarang jam sepuluh pagi. Pamitan dan lanjut jalan.
"Paling baru datang jam 1," kata si Aak sambil lanjut tidur-tiduran. Yah, bakal nunggu lama dong. Ya udah nongkrongin laut lagi deh. 

Satu jam kemudian, dengan modal feeling dan perasaan takut ketinggalan elf (yg berarti mesti transit lebih lama lagi, yg berarti biaya lebih banyak lagi keluarnya), kami pindah leyeh-leyeh ke pinggir jalan. Si Aak yang kayaknya uda nggak bisa diganggu gugat di alam mimpi, tiba-tiba nongol nemenin nyegat elf. Servis bagus nih Aak. 
Satu, dua, lima kendaraan, muncul penampakan elf biru di ujung jalan. Dengan semangat 45 kami melambaikan tangan. Ternyata bukan elf jurusan itu yang bisa bawa kami ke destinasi selanjutnya. Sepuluh, tujuh belas, dua satu kendaraan, elf jurus bayah menampakkan diri. Kami pun sudah pasang senyum manis untuk sambutan. Ternyata elf sudah penuh, full, nggak terima penumpang lagi.
Ah, kalo begini terus kapan cabutnya ini. Ya udah, kami pilih putar arah ke terminal Pelabuhan Ratu dulu aja, trus nungguin di sana. Angkot item banyak yang mau nganterin ke terminal. Nggak sampe lima belas menit tau-tau penampakan terminal yang rame, kumel, tapi penuh harapan nampak. Seperti yang biasanya, sambutan hangat selalu menemani ketika turis sampe terminal. Hasil teriak2 tempat tujuan, kami mendapat pencerahan tentang tersedianya elf yang bisa antar kami langsung ke tkp. Nggak perlu acara transit seperti info sebelumnya. Thank God. Tapi ya itu,, mesti nunggu sampe penuh. Jadi kebayang, kalo masih tunggu di depan penginapan tadi, nggak bakalan keangkut kita.
Berhubung udah siang, panas, dan nggak nyaman kalo tunggu di elf, kita ijin sama si sopir buat nunggu sembari makan di warung yang nampak kinclong di deket pasar. Warung Sunda dengan sayur-mayurnya yang menggoda jadi tempat yang nyaman buat nunggu. 
Kira-kira ada satu/dua jam kami ngadem di warung sambil celingak-celinguk, tapi nggak ada tanda-tanda elf item di ujung sana bergerak. Ketika elf berpindah tempat sedikiiit aja, rasanya seneng banget. Yeay,, badan ini bakal pindah dan mendekat ke desa itu. Kami pun pamitan dengan si ibu warung dan menempatkan pantat di kursi terdepan elf. Elf pindah lagi dikit ke ujung terminal. Tapi ternyata, cuma pindah ngetem doang. Entah si sopir nunggu apa. Nggak ada pilihan lain, kami pilih lihat orang lalu lalang di perbatasan terminal dan pasar ini.
Setelah baju basah oleh keringat dan kipas-kipas ribuan kali, akhirnya elf ini penuh sesak dan bergerak. Yeay! Beruntunglah kami karena rela tunggu lama sejak elf ini sepi. Kami nggak harus berdesakan di belakang atau bahakan duduk di lantai atas elf (iyaa,, duduk di atap elf yang anginnya full) karena kami dapat tempat di samping pak sopir yang mulus nyetirnya. Ternyata, ini adalah elf satu2nya menuju desa tujuan kami. 
Hasil menanti berjam-jam dengan ketidaknyamanan berbuah perjalanan menuju tempat impian dengan view yang memuaskan. Ada harga yang harus dibayar untuk semua view dan pengalaman ini :)








View sepanjang perjalanan yang diambil dengan kamera saku biasa dengan kemampuan sangat biasa. Lebih bagus lihat pake mata siii.

Komentar

Postingan Populer