Ada Apa di Kupang

Berkali-kali pertanyaan itu dilontarkan oleh tiap orang yang tahu aku akan liburan ke Kupang. Selain itu, beberapa sejenis, 'Kupang? Jauh amat." dan "Mau lihat apa di Kupang" berkali-kali terlontar. Sejujurnya, aku sendiri nggak tahu ada apa di Kupang.

Pantai, sunset, dan travelmate


Pukul 9 pagi pesawat yang kami tumpangi mendarat mulus di Bandara El Tari Kupang. Tidak seperti cerita-cerita yang sering kudengar tentang Kupang yang kering berwarna kuning, aku melihat warna hijau segar di balik jendela pesawat.

Hujan menyambut kedatangan kami di Kupang. Petugas bandara dengan sigap memberikan kami payung super besar untuk tiap orang yang turun dari pesawat. Kami pun belum punya kesempatan berpose di landasan bandara. Heheh.

Seorang teman datang menjemput dan menyambut kami. Yeay, welcome once again in Kupang. Nggak nyangka bisa juga sampe Kupang.

Kami menyerahkan perjalanan kami hari ini ke tangan Kak Geni, orang Timor yang memilih untuk tinggal dan menjadi warga negara Indonesia. Alasan pertama yang dia lontarkan pada kami ketika kami bertanya 'mengapa' adalah, di sini (Indonesia) saya bisa bebas jalan-jalan sampai malam hari. Haha. Kalau begitu kami siap diajak jalan-jalan sampai malam.

Se'i Kupang dan sayur daun tumbuk. Lezatnya juara

Pemberhentian pertama kami adalah warung makan. Sayangnya, kami kesulitan untuk menikmati warung ala Kupang karena kami datang saat hari raya. Di Kupang banyak warung yang tutup. Kupang juga tampak lengang. Banyak dari penduduknya yang pendatang, memilih untuk pulang kampung saat liburan hari raya. Oh baiklah, sepertinya kami akan makan makanan mal yang itu-itu saja. 

Beruntungnya kami, kami terpaksa berhenti untuk berteduh dari hujan di suatu bangunan. Ternyata di seberang jalan ada warung dengan bau makanan yang sangat menggoda. Itu adalah warung penjual se'i, makanan khas Kupang. Se'i adalah daging yang dibumbui beraneka rupa dan menghasilkan daging sapi atau babi yang enak. Penyajian se'i bersama sayur daun tumbuk. Ah,, aku suka sekali sayurnya. Si mama penjual sampai memberi aku tambahan sayur.

Air terjun Oenesu saat musim penghujan. Lebat dan coklat.

Perjalanan selanjutnya adalah mengunjungi Air Terjun Oenesu. Kata 'oe' sendiri berarti tempat banyak air. Menurut Geni perjalanan ke Oenusu hanya makan waktu 30 menit. Ternyata oh ternyata 30 menit itu lama sekali ya (baca: 1 jam). Awalnya jalanan mulus. Setelah melalui kelokan, tanjakan, belokan, tanjakan, tanjakan, jalanan perlahan berubah menjadi nggak mulus. Bahkan kami harus melalui jembatan kayu.

Jembatan kayu di Kupang

Air Terjun Oenesu yang kami temui saat itu berair coklat dan beraliran deras. Tapi kalau aku melihat ke gambar Air Terjun Oenesu di musim panas, air terjunnya berwarna putih dan sering dibuat adu nyali. Ada bagian yang dalam sehingga bisa digunakan untuk lompat salto. Oya, kami membayar retribusi masuk Air Terjun Oenesu dengan ucapan 'selamat natal' pada bapak penjaga. Kata si bapak, 'kamu sudah kasih ucapan selamat natal, tidak perlu bayar'. :D

Perjalanan meninggalkan Oenesu ke arah Pantai Lasiana ternyata indah sekali. Jalannya mulus, konturnya naik turun. Di kejauhan kami bisa menikmati laut. Jadi seperti terbang melayang ke arah laut. Jalananya sepi tapi nggak ada yang kebut-kebutan. Di kanan kiri tampak rumput-rumput hijau dan batu-batu hitam dengan kontur mirip karang.

Travelmate

Kami sempat mampir ke Goa Monyet. Buat aku tidak terlalu istimewa, hanya melihat banyak monyet berkeliaran sampai ke jalanan. Kami tidak masuk ke dalam area goanya sih. Tapi kalau melihat dari jalan, tampaknya sepi dan tidak ada pengunjungnya. Aku melihat beberapa mobil wisatawan berhenti di pinggir jalan, membuka kaca mobil dan menyodorkan kacang atau pisang.

Pantai Lasiana yang menjadi salah satu tempat kunjungan wajib di Kupang buatku nampak biasa saja. Saat itu ombak sangat besar. Cuaca yang berawan membuat kami gagal menikmati sunset. Kabarnya di Pantai Lasiana ini kita bisa menikmati sunset sekalian sunrise. Tapi,, cuaca tidak mendukung. Tidak ada yang berenang di pantai. Kabarnya sedang ada buaya di pesisir pantai di Kupang. Buaya macam apa itu berenang di laut. Kami juga mengalami kesulitan menemukan kamar mandi di sekitar pantai. Kami terpaksa buang air di bilik bau pesing dengan tirai kain yang melambai-lambai ditiup angin.

Tapi Lasiana tidak hanya memberikan pengalaman kurang pas. Di Lasiana aku menikmati kelapa muda berharga normal, 6000 rupiah. Aku juga bisa mencicipi pisang Kupang yang lezat. Apalagi setelah dibakar dan disiram gula coklat. Nyummy.

Sepanjang perjalanan kembali ke kota, aku melihat di pinggiran pantai sudah ditandai dengan tanda-tanda pembangunan mega proyek. Rencananya akan dibangun rumah sakit internasional, perumahan elit, apartemen, sampai waterboom terluas se-nusa tenggara. Sepertinya Kupang akan berubah wajah menjadi kota metropolitan yang maju. Mungkin aku harus datang lagi ke Kupang untuk melihat Kupang sebagai kota maju dengan infrastruktur dan fasilitas internasional yang,,,, ah ntar lihat Kupang lagi deh.

Jalanan di Kupang, mulus, sepi, pemandangannya bikin speechless

Dinilint

Komentar

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer