Biennale Jateng 2018. Ada Apa Sih di Sana?

Beberapa tahun belakangan aku sering banget terpapar dengan pameran seni. Jalan-jalan sambil lihat-lihat karya seni yang dipamerin di ruang pameran bisa jadi agenda piknik yang asik. Termasuk main ke Biennale Jateng 2018 yang diadakan di Kawasan Kota Lama Semarang. Acaranya berlangsung dari tanggal 7-21 Oktober 2018. 


Pameran seniku yang pertama adalah saat nonton pameran seni kontemporer di
Seoul tahun 2013. Pamerannya diadakan di museum dan sungguh membuat aku pribadi takjub. Saat itu aku pikir pameran seni cuma menarik perhatian orang dewasa, itu pun kalangan terntentu aja. Tapi di Seoul semua kalangan bisa datang ke pameran seni, apalagi seninya seni kontemporer. Museum penuh dengan anak-anak yang berlarian kesana kemari, dan orang dewasa yang sibuk mengamati karya seni satu per satu.


Kalo di Indonesia pengalamanku dengan pameran seni adalah datang ke event ArtJog. Belakangan ArtJog makin populer aja. Tiap ke sana, meskipun saat weekday di pagi hari, selalu ada orang yang datang.


Aku juga bisa menikmati seni lewat medsos, khususnya instagram. Kemaren lihat keseruan Art Jakarta lewat Ig strories beberapa selebgram dong. I wish I can come there by myself.


Jadi ketika ada pameran seni di kota sendiri, Semarang, aku menyempatkan waktu untuk datang. Aku sengaja pilih datang di hari kerja. Yang datang saat weekday pasti cenderung lebih sedikit. Aku pun bebas berlama-lama memahami karya seni yang ada...


... termasuk bebas foto-foto bareng karya seni tanpa adanya kebocoran. Haha.


Jateng Biennale sendiri diadakan di 5 venue: Gedung Oudetrap, Gedung PPI, Resto Pringsewu, Kedai 46, dan Semarang Contemporary Art Gallery. Semua lokasinya ada di kawasan Kota Lama Semarang. Mendingan parkir di satu titik terus jalan kaki ke 5 venue Biennale Jateng ini.


Biaya masuk di venue Oudetrap, Gedung PPI, resto Pringsewu, dan Kedai 46 gratis. Kalo di venue Semarang Contemporary Art Gallery cuma bayar Rp. 10,000 aja.


Venue paling favoritku adalah di Kedai 46. Kedai 46 ini letaknya persis di sebelah Tekodeko. Kenapa favorit? Karena di sini karya-karyanya penuh warna. Seperti yang di atas ini ih, bikinnya dari kain lho.


Ini juga karya yang ada di Kedai 46. Barney ketemuan sama dinosaurus purba. Penuh warna dan lucu. Mungkin si seniman punya makna tertentu di balik karyanya ini, tapi aku yang orang awam ini kurang paham. Haha.


Pas aku nanya ke mbak dan atau mas yang jaga, rata-rata pada kurang paham. Mereka kesannya cuma duduk, nungguin buku tamu, dan ngawasin pengunjung biar nggak ngerusak karya seni yang ada. 


Beda dengan pengalaman di ArtJog, rata-rata yang jagain ya paham dan bercerita tentang karya seni tersebut. Apalagi ada caption tentang maksud karyanya itu apa.


Sayangnya di Biennale Jateng cuma ada nama seniman, judul, karya, dan media. Orang awam macam aku tahunya cuma lihat aja deh.


Media yang digunakan untuk berkarya macem-macem. Bahkan beberapa memanfaatkan teknologi dalam karyanya.


Sayangnya, ada beberapa yang nggak maksimal. Misal dalam karya ini seharusnya proyektornya menyala. Kalo hitam putih begini aku pun nggak paham. Kalo nyala aja belum tentu paham. Haha.


Kalo baca-baca di beberapa mural tentang Biennale Jateng, sepertinya pameran ini juga ingin menyampaikan pesan tentang isu hoax yang banyak beredar belakangan ini. 


Ada juga karya seni yang mengangkat sejarah terbakarnya Gedung Papak. Gedung ini dulunya adalah kantor pos, kantor polisi, dan pengadilan. Pada tahun 1954 Gedung Papak terbakar habis secara misterius. Banyak berkas hilang. 


Saking pentingnya Gedung Papak dan berkas-berkas di dalamnya, Presiden Sukarno sampai mengadakan sayembara berhadiah 100 juta rupiah untuk siapa pun yang mampu mengungkap penyebab terbakarnya Gedung Papak, namun hingga hari ni penyebab terbaarnya Gedung Papak tidak terungkap.


Kalo yang ini tiang toilet mampet yang diberi judul Mohon Doa Restu oleh senimannya. Tiang kuning di depan Gedung PPI ini menarik banget buat aku. Bikin ketawa ngakak lihatnya. Arti filosofisnya? Entahlah.


Pertama lihat karya ini, aku berasa masuk ke ruangan penuh dengan dementor. Dementor-dementor ini berdiri di atas replika kapal Indonesia.


Ternyata ini ceritanya pala berlapis emas. Inget nggak dulu kenapa kita dijajah Belanda? Karena kita punya tanaman pala. Pala ini gunanya untuk mengawetkan makanan. Pala sama berharganya dengan emas. Jadi... simpulkan sendiri yaaaa.


Ada banyak karya-karya menarik lainnya yang seru untuk diamati.


Foto bareng karya-karya cakep juga bikin foto kamu lebih cakep lho.


Kalo kamu punya kesempatan untuk datang ada baiknya datang aja. Nggak rugi.


Apalagi acaranya berlangsung sepanjang hari. Dari jam 10 pagi sampe jam 8 malam. Lama kan.


Karena ada karya yang perlu didengar juga, nggak cuma dilihat.


Eh, kalo nggak sempet tahun ini, bisa tahun depan kok. Ini even tahunan Jateng deh.


Ada juga karya yang buat promosi orang lain macam gini. Wkwkwkwk.


See you!

- Dinilint -

Komentar

  1. Waduh, jadi pengen. Brb nyari temen :))

    Btw sayang banget ya penjaganya nggak bisa menjelaskan. Padahal dgn adanya penjelasan kita jadi semakin merasakan apa yang seniman itu maksud saat membuat karya seninya. Semoga bisa jadi masukan juga buat panitia untuk even tahun depan.

    BalasHapus
  2. Buruan,, keburu selesai.

    Iya nij, sayang banget. Semoga next bieannlae jateng bisa lebih baik.

    BalasHapus
  3. Semarang, Kota Tua-nya, pameran seninya ini, aaarrggg berharap saya tinggal di sana dan ikutan ke pameran seni. Yang Gedung Papak memang sengaja hitam begitu rata-rata untuk menggambarkan bekas terbakar itu ya? Btw seandainya hidup pada masa itu, nah yuk kita ikutan sayembaranya Bung Karno :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha,, sini maen-maen dulu ke Semarang. Kalo cocok boleh dilanjutin. Wkwkwk.

      Aku rasa warna hitam di instalasi Sejarah yang Hilang yang cerita tentang terbakarnya Gedung Papak itu mengarah ke kasus-nya yang nggak menemukan titik terang, bahkan sampai sekarang, penyebab kebakaran Gedung Papak juga nggak jelas.
      Kalo kamu perhatiin lagi, di balik salah satu tembok hitam itu ada kumpulan klipin dari koran-koran pada masanya yang menceritakan tentang terbakarnya Gedung Papak. Jadi hitamnya itu kaya semacam menutupi sebuah cerita.

      Hapus
    2. Aaaah I see. Misterius sekali ya ternyata. Seandaiya diangkat jadi filem, kan bagus. Saya saja baru tahu dari pos ini soal Gedung Papak itu. Terimakasih banget sudah menulisya. Hitam = misteri yang tidak terpecahkan. Apa kita butuh Sherlock? :D

      Hapus
    3. Terima kasih kembali :)

      Hihi,, semoga ada Sherlock di dunia nyata ya

      Hapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer