Jalan-Jalan ke Wae Rebo Naik Motor

Akhirnya keinginan untuk berkunjung ke Wae Rebo tercapai. Dimulai dengan masa persiapan memilih opsi mana yang paling asik untuk menuju Wae Rebo - naik motor setir sendiri, cari temen jalan tapi naik motor, ikutan open trip, ngomporin grup biar bisa sewa mobil -, sampai akhirnya berangkat ke Wae Rebo secara mandiri - nggak pake agen tur atau pun open trip dan tanpa guide -, berhasil melewati hutan dan menemukan Desa Wae Rebo, diterima melalui upacara adat di Wae Rebo, dan kembali dengan selamat ke Labuan Bajo. :)


Desa Wae Rebo dari kejauhan


Antara Berangkat Atau Nggak


Rencana mengunjungi Wae Rebo ini sempat bikin galau. Faktor-faktor semacam Wae Rebo mahal, akses jalannya sulit, dan sepertinya nggak ada yang mau aku ajak untuk jalan-jalan ke Wae Rebo bareng-bareng membuat aku galau. Cara termurah untuk jalan-jalan ke Wae Rebo adalah dengan sewa motor dari Labuan Bajo. Naik motor dari Labuan Bajo juga termasuk cara menuju Wae Rebo yang paling efisien karena dengan naik motor aku akan melewati jalan pintas yang bisa menghemat waktu hingga separuh waktu perjalanan jika dibandingkan dengan naik mobil. Meskipun naik motor adalah cara tercepat untuk menuju Wae Rebo dari Labuan Bajo, namun jalanan menuju Wae Rebo nggak mulus, bahkan di satu titik ada jembatan putus sehingga aku harus mengendarai motor melewati sungai. Nggak kebayang deh.


Meskipun sehari-hari aku lebih banyak naik motor,, maksudku mengendarai motor daripada naik kendaraan lain untuk pergi ke sana-sini, tapi mengetahui jalanan menuju Wae Rebo lumayan menantang bikin jiper juga. Sebelumnya aku juga sering pake motor untuk jalan-jalan, seperti jalan-jalan dari Bromo ke Malang (tapi yang ini sewa ojek seharian), jalan-jalan di Nusa Penida pas jalanannya masih dibenerin jadi banyak kerikilnya (yang ini bareng temen dan dia yang pegang setir), atau naik motor ke Baluran yang jalannya full batu-batu (yang ini juga disetirin sih motornya). Tapi mengingat aku sudah di Labuan Bajo dan harga tiket menuju Labuan Bajo ini lumayan mahal, belum lagi waktu yang nggak sedikit yang diperlukan untuk menuju Labuan Bajo, jadi sepertinya meskipun sendirian aku harus berangkat jalan-jalan ke Wae Rebo.

Naik Motor ke Wae Rebo


Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu untuk mewujudkan bucket list mengunjungi Wae Rebo datang juga. Setelah puas mainan air di laut saat LOB 4 hari 3 malam ditambah one day trip ke Padar, Kanawa, dan Bidadari, tibalah harinya untuk jalan darat dengan tujuan Wae Rebo. Thank God, ada dua teman yang akhirnya ikut jalan-jalan ke Wae Rebo. Berhubung kami bertiga jadi kami sewa dua motor, dan berhubung satu teman nggak bisa nyetir motor jadi mau nggak mau aku harus nyetir motor sendiri. Ya meskipun akhirnya tetep harus nyetir motor sendiri, tapi paling nggak ada temen buat jalan ngelewatin hutan menuju desa kan.

Jembatan kayu

Kami menyewa motor di Jalan Sukarno Hatta Labuan Bajo. Di sepanjang jalan banyak persewaan motor, tinggal pilih aja mana yang paling cocok, jenis motornya rata-rata matic. Sewanya sehari Rp. 75,000 dengan jaminan KTP atau paspor. Aku ambil motornya malam hari karena berencana berangkat pagi-pagi sekali. Rencana sih rencana aja,, ternyata semua orang yang jualan bensin baik eceran maupun SPBU resmi punya Pertamina di Labuan Bajo baru mulai beroperasi jam 7 pagi. Rencana berangkat jam 6 pun molor jadi jam 8. Loh,, ya gitu deh. Ehehehe.

Jalanannya mulus sih, tapi .....


Kami isi bensin eceran karena takut kalo sampe SPBU Pertamina bensin peninggalan motor sewaan nggak cukup. Harga bensin Pertalite eceran di Labuan Bajo adalah Rp 15,000 per liter. Untuk rute awal kami melewati jalan trans Flores untuk menuju ke Lembor. Jalanannya mulus dan lumayan lebar, cuma karena melewati bukit-bukit dan dekat dengan jurang, jalanannya naik turun dan punya banyak tikungan tajam juga tanjakan dan turunan yang lumayan menantang. Yang lebih menantang lagi karena nanjaknya itu pas tikungan tajam. Terakhir kali melewati jalanan ini adalah ketika perjalanan dari Bajawa menuju Labuan Bajo naik bus umum. Saat itu aku sempat berdecak kagum pada pak sopir sambil deg-deg-an karena melewati tikungan super 'nekuk' saat jalanan menanjak atau pun menurun. Kali ini aku sendiri yang harus pinter-pinter mengendarai motorku supaya selamat sampai di tempat tujuan.


Setelah sekitar 2 jam akhirnya kami sampai di Lembor. Tujuan selanjutnya adalah menuju Desa Dintor. Untuk perjalanan kali ini kami nggak pake GPS sama sekali. Kami lebih banyak bertanya dengan penduduk setempat. Di Lembor kami bertanya pada petugas Dinas Perhubungan yang sedang bertugas. Bapak dan ibu petugas yang ramah-ramah ini mengarahkan kami untuk belok kanan untuk menuju Dintor dan kemudian ke Wae Rebo. Para petugas ini juga mengatakan bahwa kami akan melalui jembatan putus. Di jembatan putus tersebut akan ada anak-anak setempat yang akan membantu kami mendorong motor. Sebagai gantinya kami hanya perlu memberi sejumlah Rp. 5,000 per motor untuk anak-anak ini. Lembor ini dikatakan sebagai tempat terakhir kalo kami butuh bensin atau pun makan.

Jembatan putus


Mulai dari Lembor ini aku merasa jalanan mulai nggak mulus. Ada beberapa bagian yang penuh dengan kerikil. Ada jembatan yang terbuat dari kayu. Banyak juga turunan tajam. Meskipun info yang kami terima cuma ada 1 jembatan putus, nyatanya ada beberapa bagian jalan yang harus kami lewati berupa kerikil dan batu besar. Di beberapa titik ada beberapa persimpangan tanpa keterangan. Kami beruntung sepanjang jalan kami bertemu dengan orang-orang baik dan ramah yang memberitahukan kami arah yang jelas. Bahkan di satu titik, aku sempat minta tolong dua orang pemuda yang berasal dari Desa Dintor untuk membantu membawakan motorku. Jadi aku dibonceng dengan salah satu dari mereka menggunakan motor sewaanku, sedangkan yang seorang lagi mengendarai motornya sendiri. Meskipun jalanan dari Lembor ke Dintor nggak mulus, tapi pemandangan sepanjang jalan ini sangat indah. Kami berjalan menyusuri pantai, melewati sungai, kemudian naik bukit (bukitnya mengingatkanku dengan latar tempat film Lord Of The Ring), dan bertemu pemandangan laut lagi. Sampai di Desa Dintor aku harus berpisah dengan kakak Fredy dan temannya yang membantu aku menyetir motor.


Pantai dan Pulau Mules


Desa Denge, desa terakhir sebelum menuju Desa Wae Rebo

Perjalanan selanjutnya adalah melewati desa dan sawah yang super indah. Sepanjang perjalanan ada banyak penduduk yang selalu siap membalas senyum kami. Motor kami terus melaju mendaki bukit hingga di satu titik kami menemukan banyak sekali motor. Ternyata itu adalah titik akhir motor kami bisa dikendarai. Dari sini kami harus jalan kaki melewati jalan setapak masuk ke hutan. Oia,, perjalanan dari Lembor ke titik akhir ini kira-kira sekitar 2 jam.

Jalan kaki masuk hutan


Kalau nggak salah saat itu sudah jam 13.30 waktu setempat. Di tempat parkir itu kami tidak menemukan siapa-siapa, jadi kami memutuskan untuk jalan mengikuti jalur jalan setapak yang tampak jelas. Tempat parkir motor kami adalah pos 1. Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 terus menanjak. Ketika hujan, jalur akan terasa lebih licin. Jalur ini juga berbatasan langsung dengan jurang. Saat kami merasa kok nggak nyampe-nyampe dan bertanya-tanya kenapa kami nggak bertemu dengan manusia lain, dari arah Wae Rebo kami bertemu cicik-cicik Surabaya yang jalan turun dengan anaknya. Sayangnya kabar yang kami dengar adalah di atas hujan dan nggak tampak apa-apa. Duh, si cicik ini nampak kecewa berat, sepertinya dia pengen dapet foto bagus tapi terhalang hujan, angin, dan kabut. Meskipun mendapat kabar yang kurang menyenangkan kami tetep melanjutkan perjalanan naik ke atas, toh pendapat orang beda-beda kan.

Jalur setapak masuk hutan menuju Wae Rebo

Akhirnya kami sampai juga di pos 2. Pos 2 ini ditandai dengan jembatan besi. Jalanan dari pos 2 ke pos 3 ini banyak bonusnya alias datar. Saat perjalanan dari pos 2 ke pos 3 kami bertemu dengan 2 cewek asal Malaysia beserta guide-nya - duh maaf bapak guide aku kok lupa nama Bapak. Bapak guide datang juga bersama istri dan anaknya. Berhubung ada Bapak Guide, jadi kami ngikut aja. Kebetulan kami juga sudah dekat dengan pos 3 dimana di situ ada kentongan yang harus dipukul untuk menandakan ada tamu yang akan berkunjung ke Wae Rebo. Setelah memukul kentongan kami tidak boleh melakukan aktivitas lain kecuali jalan menuju Desa Wae Rebo, jadi kami nggak boleh mengambil gambar. Hal ini dilakukan sampai kami melakukan upacara adat oleh Kepala Desa.


Kami diajak untuk masuk ke rumah paling besar di Wae Rebo dimana di situ adalah tempat tinggal Kepala Desa. Kepala Desa melakukan suatu upacara adat yang intinya adalah memohon pada para leluhur untuk memberikan ijin pada kami untuk berkunjung ke Wae Rebo. Ketika kami sudah diterima masuk ke Wae Rebo, artinya kami sudah dianggap saudara oleh orang Wae Rebo sendiri. Untuk upacara adat ini sendiri sebelumnya Bapak Guide mengatakan kami harus menyiapkan Rp. 50,000 per rombongan.

Eh,, ternyata tulisan di sini udah banyak aja. Supaya sama-sama enak (enak di aku buat nulis dan ngedit, enak di kamu bacanya nggak kebanyakan) tulisan tentang Wae Rebo ada baiknya aku lanjutin post selanjutnya aja ya. Aku akan cerita bagaimana rasanya berinteraksi dengan warga desa terpencil, merasakan tinggal di dalam hutan, dan serunya bertemu teman-teman baru di Menginap Semalam di Wae Rebo.

travelmate

- Dinilint -

PS: Aku sempat rekam video perjalanan aku ke Wae Rebo. Maaf ya masih amatiran. Aku mau banget lho kalo ada yang mau ajari :P


Komentar

  1. Pengalaman yang menarik Mba, seneng banget bisa berkelana pake motor di Wae Rebo. Harga bensinnya mahal sekali ya.........ini baru di Wae Rebo, gimana kalau di Papua ya.............

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes,, taraf hidup di Labuan Bajo emang cenderung lebih mahal dibanding di Lombok atau Bali,, untuk sewa hostel lebih mahal, untuk makan lebih mahal, untuk ketersediaan bensin juga terbatas jadi jatuhnya lebih mahal. Aku beli bensin Rp 15,000 di pedagang bensin eceran yang gampang ditemui sepanjang jalan utama, SPBU Pertamina resmi sebenarnya ada di Labuan Bajo dan aku nggak cukup waktu dan tenaga untuk survei harga bensin di SPBU resmi,, mestinya sama ya dengan di Jawa

      Hapus
  2. meh molas ewu bensine hehehe
    ya allah epik mbak tapi ini kayak negeri dongeng ya seru ih...
    apalagi itu ada kebonya juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Molas ewu mergo tukune nang bakul bensin eceran mas.

      Yes,, pemandangan e emang apik buanget. Pas di jalan juga bisa ketemu gerombolan kebo, orak mung siji,, trus kudu di-klakson ben kebo ne minggir ora nang ndalan, ben iso lewat. Hahaha

      Hapus
  3. Perjalanannya panjang dan menantang juga ternyata buat sampai ke Wae Rebo. Pasti seneng banget ya akhirnya bisa sampai dan diterima baik oleh warga di sana. Semoga kapan-kapan saya juga bisa berkunjung ke Wae Rebo :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menantang bangettt,,, sampe nggak nyangka ternyata bisa juga :D

      Yes,, coba main-main ke Wae Rebo. Semoga kesampaian.

      Hapus
  4. Kamuuu mainnya jauh-jauh... wae rebo bagus bangeeeettt... ga kebayang betapa serunya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru banget!!
      Foto-foto disana nggak selesai-selesai.
      Hayuk kamu maen ke Wae Rebo jugaaaa.

      Hapus
  5. Uwooow seru banget kayaknya Mbak, udah lama Saya pengen ke Wae Rebo 😍😍😍, Mahal gak sih Mbak budget buat kesana secara keseluruhan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Main dong Mas Didy,,
      Mahal atau nggak tergantung persepsi si mas,, tapi kalo menurut saya ke Wae Rebo worth the money dengan segala experience-nya.
      Cara paling murah ke Wae Rebo adalah dengan sewa motor dari Labuan Bajo,, sewa motor per hari Rp 75,000,, bensinnya per liter Rp 15,000 (kemungkinan lebih murah kalo beli bensinnya di Pertamina).
      Untuk biaya di Wae Rebo-nya akan aku tulis di post selanjutnya yaa

      Hapus
  6. Thanks a lot :D

    great place an nice content my friend :)
    I'm following you... hope you can follow me back :D

    NEW OUTFIT POST | 2 MILLION: THE SURREAL THAT THIS IS <3
    InstagramFacebook Official PageMiguel Gouveia / Blog Pieces Of Me :D

    BalasHapus
  7. Ya ampun kapan nih aku sampai wae rebo, dududu :(
    Asyik bgt kan naik mtor sambil spot jantung gitu karena jalannya banyak yg rusak.. Ku tunggu cerita selanjutnya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo pengen ke Wae Rebo,, suatu saat di masa depan pasti kejadian.

      Siap,, aku pasti tulis cerita lanjutannya.
      Makasih ya udah nambahi. Semangat :)

      Hapus
  8. Wuih kereen, kamu nekad naik motor ke Wae Rebo, Din .. 😁👍
    Kondisi jalan yang rusak seperti itu kamu hayoin terabas aja .. hehehe

    Semoga rusaknya jalan segera diperbaiki ya.
    Sayang banget namanya sudah mulai dikenal dunia, kok sarana umumnya kurang diperhatikan begitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha,, penasaranku lebih gedhe daripada rasa takut.
      Sebenernya pas di jalan juga sempet ngomong ke diri sendiri; gila lo,, yakin ini mau diterusin?
      Tapi ternyata bisa juga. Hahaha

      Aku pun pas baca2 pengalaman orang lain di blog tentang Wae Rebo berharap akses jalan pada saat aku datang udah bener,, tapi yaaa gitu deh.
      Di satu sisi sedih, tp di sisi lain jd merasa,, aksea susah ini semacam utk seleksi alam.

      Hapus
  9. mantap mbak dini perjalanannya.. .seru banget. apalagi bagian pas jalan kakinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Ola. Semuanya mantap kalo buat aku. Hehe

      Hapus
  10. Masuk daftar list travelling aku nih, Mbak. Dulu diceritain temen pas ke sana jadi pengen. Tapi kayaknya nunggu anak gedhe dl ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahhh,, semoga terwujud ya mbak. Kemarin pas kesana ketemu pendatang yg anak2 juga,, rata2 udah usia SD.

      Hapus
  11. Wihhh seru juga ya perjalanan Lintang. Nggak kebayang kalo sampe ban bocor, horor deh nuntun motornya, hahaha. Ttus kalo bensin di tangki habis, gimana solusinya? Bawa bekal bensin di botol ya? Hihiii, kepo yg penting gak penting nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha,, aku berusaha menepis pikiran ban bocor di jalan atau hal2 semacam itu,, aku lebih milih mikir everything is well. Hahahaha.

      Kalo bensin emang udah kami perhitungkan. Di Lembor kami menuhin tangki bensin lagi. Pas perjalanan pulanh ternyata di perempatan Desa Dintor jg ada yg jual bensin,, jd isi penuh lagi. Pas sampe di Labuan Bajo bensinnua masih ada.

      Hapus
  12. Keringetan dan capek banget tapi puas ya Diin hihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Dew,, baru berasa capeknya pas udah pulang rumah.

      Hapus
  13. Jarang orang menulis proses perjalanan untuk sampai di sini. Rata-rata langsung menuliskan lokasinya. Keren mbak :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha. Makasih mas.

      Tapi ada yg nulisim kok,,, sebelum aku memutuskan untuk pale motor ke Wae Rebo udah cari tahu dulu gambarannya spt apa,, cm ya nggak detail banget.

      Hapus
  14. Waa.. Perjalanan panjang. Lucu ya rumahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lumayan panjang mbak. But really worth it.

      Rumahnya emang beda,, tp ya mirip2 rumah tradisional lain. Next post aku bahas lagi lbh detail

      Hapus
  15. Wah, serunya. Kalo masih muda mah sikat aja, klo yang balung tuo kayak aq gini ya mikir2 hahaha

    BalasHapus
  16. Aku suka liat desanya.. keren banget. Kapan yaaa aku bisa sampe sana?

    BalasHapus
  17. Baca judulnya kirain di daerah Lampung, ternyata jauuhhh. Tapi seru banget adventurenya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mirip bahasa Lampung ya mbak?
      Padahal ini di Flores, NTT

      Hapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer