Kelimutu - Momen Sarapan Priceless

Malam itu kami nggak bisa tidur. Sepertinya banyak alasan dibalik insomnia yang tiba-tiba ini. Bisa jadi ini akibat perpaduan efek dari kopi Flores yang super nampol, cuaca yang seger-seger dingin, ruangan yang kelewat luas, buku bacaan baru, dan rencana besok pagi-pagi buta untuk mengunjungi Three Color Lake, Danau Kelimutu. Yippie,,,,,, Kelimutuuuuuuuuuuuu *salto


 Jam 4 pagi kami dijanjikan untuk dibangunkan oleh bapa penjaga penginapan. Yah,, mirip morning call kalo di hotel beneran. Dua orang tukang ojek beserta motornya sudah bersedia untuk mengantar kami besok ke Kelimutu. Perjalanan pulang pergi dihargai 100k rupiah. Baiklah. Saatnya kami tidur. 


Tapi sayangnya kantuk tak kunjung datang. Sampai halaman 25 aku bolak-balik buku baru yang nemu di warung si bapa di depan, tetap aja mata ini masih ingin terbuka. Hadeh,, gimana ini. Kekhawatiranku ada dua, tetep terbangung sampai rasa lapar datang lagi dan kedinginan, dan tidak bisa bangun super pagi besok. Apa baiknya nggak tidur aja ya. Ahhh,,, bikin lapar. Nah lho! Akhirnya aku ngunyah jeruk dulu supaya kenyang. Ups,, kayaknya nggak bisa tidur ini karena belum mandi dari kemaren-kemaren.


Efek niat itu memang mujarab. Aku berhasil bangun sebelum alarm bernyanyi-nyanyi riang. Pagi itu masih jam 3. Aku kembali mencari-cari jeruk di ransel. Nggak dapat. Aku lagi-lagi merapatkan selimut sampai ke dahi. Setelah belingsatan sana sini dan mulai mendengar bunyi berisik dari kamar sebelah, akhirnya aku memutuskan untuk keluar kamar.

Warna langit masih biru gelap. Udara pagi di Moni kali itu tidak sedingin yang aku kira. Saat-saat menuju kawah Kelimutu mendekat.

Di depan penginapan dua orang laki-laki besar gelap menanti. Bapa pemilik penginapan entah kemana. Dengan tampang sok berani aku bertanya pada dua orang itu apakah mereka yang akan antar kami. Ternyata ya. Aku pun mewanti-wanti supaya mereka bawa motor pelan-pelan. Aku teringat kejadian naik ojek pagi-pagi menuju pananjakan Bromo. Rasanya seperti ikut bonceng di motor dalam tong setan, uji adrenalin banget.


Singkat kata, kami sudah berada di boncengan, berjalan melewati jalanan yang berliku-liku ke atas. Beberapa jalan bolong-bolong sisa longsor, tapi selebihnya baik. Di kejauhan aku bisa melihat titik-titik cahaya perumahan warga, dan di atas titik-titik bintang betebaran dengan indahnya.

Untuk masuk ke kawasan TN Kelimutu, kami harus membayar biaya retribusi, biaya parkir, dan biaya bawa kamera. Aku lupa pastinya, tapi seingatku aku mengeluarkan uang 5000 pagi itu. Dari parkiran kami harus berjalan kaki ke atas. Suasananya sangat gelap, dan sayangnya headlamp dan senter yang sudah aku siapkan dari rumah malah aku tinggal di kamar penginapan. Huhuhu.


Beruntung kami bertemu Pak Markus, orang Kelimutu yang pekerjaannya memang menemani orang-orang yang mau main ke Kelimutu. Kami bertemu lagi dengan 2 teman baru, asal mereka dari Jogja dan sedang dalam rangka liburan saat bertugas mengajar di Bajawa.

Bersama Pak Markus, kami hanya ditarget 2 kali berhenti saat berjalan menuju puncak dengan kecepatan yang lumayan bikin ngos-ngosan. Kata Pak Markus, ini supaya tidak kedinginan. Hosh,, hosh,,. Nanti kamu bisa istirahat yang lama kalau sudah sampai atas. Hosh,, hosh,,.

Yeay,,, semuanya terbayar ketika matahari mulai bersinar. Kabut tebal sedikit demi sedikit memudar. Tapi sayangnya cuma pudar sebentar. Udara dingin dan angin kencang di puncak membuat acara makan pop mi kami menjadi sarapan yang menyenangkan. Ini salah satu sarapan mahal buat kami. Bukan harga pop mi nya, tapi harga pemandangan teman sarapan kami pagi itu. Ah,,,, *nyari tiang buat pole dance

Dinilint

Komentar

Postingan Populer