Isu Domestik, Pohon, dan Sampah

Tiap kali pipis di tempat umum aku selalu menghabiskan beberapa lembar tisu toilet. Selembar untuk membersihkan dudukan toilet, selembar untuk melapisi dudukan toilet, dan selembar untuk mengeringkan area sensitif supaya tidak lembab dan menghindari penyakit. 




Lalu aku berpikir, berapa pohon yang dikorbankan untuk kepentingan urusan domestikku. Belum lagi masalah sampah yang aku hasilkan saat menjalankan ritual ini.

 

Indonesia berada di posisi ke-4 negara penghasil emisi gas rumah kaca terbanyak di dunia, bahkan di peringkat ke-2 penghasil sampah plastik terbesar secara global.


Membaca tentang kutipan ini aku kok jadi makin merasa bersalah soal pipis, pohon, dan sampah.

Di saat aku masih berjibaku dengan urusan domestik (pipis) yang punya efek penggundulan hutan dan penumpukan sampah, dunia sedang bergerak ke arah sustainable living, gaya hidup yang memikirkan tentang keberlangsungan alam.

Isu tentang sustainable living nggak cuma di gaya hidup sehari-hari, tapi juga sampai ke gaya  travelling. Ide tentang eco tourism, sustainable travelling, hingga zero waste hiking bermunculan dan perlahan tapi pasti makin banyak yang menjalani. 


Zero waste hiking


Zero waste hiking sebenarnya masih agak susah aku cerna. Hiking atau naik gunung membutuhkan hal-hal yang praktis dan mudah dibawa yang biasanya identik dengan barang-barang disposable / sekali pakai, yang pasti berakhir menjadi sampah. Zero waste hiking berarti hiking tanpa menghasilkan sampah. Hmmmm....

Aku berkenalan dengan zero waste hiking dari Sebumi. Sebumi adalah social enterprise yang punya perhatian khusus tentang alam dan gaya hidup berkelanjutan. Sebumi percaya bahwa untuk membuat manusia peduli dengan alam, manusia harus punya personal experience dengan alam. Sebumi memfasilitasi para manusia modern untuk mendapatkan pengalaman bersama alam, salah satunya adalah dengan melakukan zero waste hiking

Untuk melakukan zero waste hiking, ingatlah prinsip hiking atau naik gunung yang tidak berubah dari dulu hingga sekarang:



Berpikir lebih panjang & bijak


Menurut Sebumi, persiapan ini termasuk menghitung berapa jejak karbon yang akan dihasilkan manusia saat  melakukan pendakian. Untuk itu, manusia harus mengembalikan apa yang sudah diambilnya dari alam. Nggak cuma bawa balik sampah (kalau ada) saat mendaki, tapi juga menanam pohon kembali.


Apakah artinya kalau aku pipis dan menggunakan tisu, aku harus menanam pohon lagi sebagai ganti pohon yang ditebang demi memproduksi tisu?


Kalau dulu prinsip reduce, reuse, recycle dirasa sudah sustainable, sekarang manusia diajak untuk berpikir lebih panjang dan bijak. Sebumi memakai prinsip 7R; 



Sebumi percaya untuk menjalani gaya hidup yang mendukung alam, manusia harus berkenalan dengan alam. Untuk kenal dan menjadi dekat, manusia harus punya pengalaman bersama alam. Salah satu produk Sebumi adalah dengan memfasilitasi pengalaman bersama alam di area konservasi.


Green bussiness untuk mengatasi masalah lingkungan


Model bisnis Sebumi yang berprinsip untuk mengatasi masalah lingkungan atau kemudian disebut sebagai green bussiness adalah hal yang menarik. Pertanyaannya, bisakah Sebumi yang terkesan idealis mampu bertahan dalam kehidupan yang serba praktis?



Sebumi bertahan. Bahkan dengan adanya pandemi, yang notabene membuat banyak bisnis pariwisata lesu dan bahkan mati, Sebumi tetap bertahan, bahkan menghasilkan produk baru.

Sebumi menggantikan pengalaman naik gunung secara langsung dengan virtual tour. Sesuai dengan visinya, dalam virtual tour-nya Sebumi menyisipkan prinsip eco tourism yang mengajak manusia berpengalaman dengan alam. 

Sesuai dengan tujuannya yang memperkenalkan sustainable lifestyle, Sebumi juga menjual produk yang mendukung gaya hidup ramah lingkungan. Pada masa pandemi di mana manusia dianjurkan untuk di rumah saja Sebumi menawarkan produk edible garden starter kit dan sejenisnya untuk menggantikan kegiatan workshop secara offline.

Ide green bussiness untuk mengatasi masalah lingkungan seperti yang dilakukan Sebumi menjadi perhatian untuk Prestasi Junior Indonesia (PJI) dan Citi Indonesia


Youth Ecopreunership Initiative


Citi Indonesia bersama PJI menggagas Youth Ecopreunership Initiative (YEI) yang memberikan manfaat kepada 8269 pelajar SMA/SMK di lima kota besar di Indonesia. Program ini telah berhasil melahirkan 25 bisnis baru ramah lingkungan yang beromzet total lebih dari 214 juta rupiah selama lima hingga tujuh bulan beroperasi.

Salah satu hasil dari YEI tahun 2020 ini adalah PlayIt!. PlayIt! adalah bisnis board games yang dibuat dari limbah kayu. Berangkat dari kekhawatiran terhadap polusi udara akibat pembakaran kayu, sekelompok pelajar SMA Karangturi Semarang - di bawah arahan YEI - mendirikan perusaan siswa D'Eagle SC. Mereka membuat  papan permainan unik sekaligus edukatif dengan material yang eco friendly.



Selain berhasil mengurangi polusi udara dan mendapat profit, kesuksesan produk PlayIt! menempatkan D'Eagle SC sebagai pemenang Indonesia Student Company of the Year Competition 2020 dan akan mewakili Indonesia dalam ajang JA Asia Pacific Company of the Year Competition tahun depan.


Startup & Sandbox


Mendengar kesuksesan sekelompok pelajar SMA dengan PlayIt!, aku jadi ingat drakor berjudul Startup. Di Startup ada Sandbox yang memfasilitasi para enterpreuner muda memulai bisnisnya. Bentuk konkretnya berupa fasilitas, mentoring, hingga pendanaan. Hal seperti ini ternyata nggak cuma ada di drakor, bahkan ada di Indonesia. Inilah yang dilakukan oleh Citi Indonesia dan Prestasi Junior Indonesia.

Citi Indonesia memfasilitasi pendanaan dan mentoring untuk para peserta Youth Enterpreunership Initiative. Prestasi Junior Indonesia, yang merupakan bagian dari JA Worldwide, membekali generasi muda tentang pekerjaan dan kewirausahaan, termasuk melalui pengalaman langsung yang berfokus pada kewirausahaan, kesiapan kerja, dan literasi keuangan.

Aku bisa membayangkan dunia yang lebih baik ketika generasi muda mendapatkan edukasi kewirausahaan yang berfokus pada bisnis yang mengatasi masalah lingkungan. Nggak cuma mikir dapat untung dalam bentuk cuan, tapi juga berpikir tentang masa depan, habitat, dan alam tempat manusia menggantungkan hidup.


Green Bussines for Sustainable Environment & Economy


Ikut event virtual Youth Ecopreuner Talk bersama Citi Indonesia dan PJI bikin wawasanku bertambah banyak. Selesai menyimak cerita sukses Sebumi dan PlayIt! tentang tujuan bisnis mereka yang bertujuan mengatasi masalah lingkungan aku malah jadi tambah penasaran. 

Rasa penasaranku tentang green economy membuat aku melakukan pencarian tentang zero waste travel dan zero waste hiking. Aku menemukan Zero Waste Adventure. Dalam salah satu tulisannya dia bercerita tentang detail melakukan zero waste hiking termasuk ritual pipis di alam terbuka. Dia menulis, ingatlah tisu dalam ritual pipis ini fungsinya untuk mengeringkan, bukan untuk membersihkan. 




Ini adalah prinsip rethink. Sebelum melakukan pendakian, hitung jumlah sapu tangan yang kamu butuhkan, bawa ukuran kecil supaya hemat tempat. Pas pulang cuci bersih sapu tangan dan pakai prinsip reuse

Aku menulis cerita tentang green bussiness dan sustainable living setelah mengikuti event Youth Ecopreuner Talk berjudul Green Bussiness for Sustainable Environment and Economy yang digagas oleh Citi Indonesia dan Prestasi Junior Indonesia.

Terima kasih untuk para narasumber:

  1. Puni A. Anjungsaari, Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia
  2. Robert Gardiner, Co-Founder and Academic Advisor Prestasi Junior Indonesia
  3. Stevia Anlena Putri, President D'Eagle Student Company dari SMA Karangturi Semarang
  4. Iben Yuzenho, Founder Sebumi

Terima kasih untuk kamu yang sudah membaca :)

Dinilint

Komentar

  1. kalo di sini, kertas toilet biasanya terbuat dari kertas daur ulang dari samapah kertas dan kardus.. apalagi kertas toilet ini dirancang untuk gampang hancur dan larut dalam air, makanya tisu toilet sebenarnya aman untuk di-flush ke dalam toilet..

    soal pengelolaan sampah di Indonesia ini memang masih belum baik. mana sampah yang didaur ulang, dan mana sampah yang memang bisa dimusnahkan. di Eropa, ada aturan tentang pengelolaan sampah, dan pihak yang mengelola sampah benar-benar diaudit. ini yang di Indonesia, entah kenapa tidak bisa berjalan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo pake tisu spt yg diceritakan mas Zam,, nggak ada rasa bersalah ya, karena emang dari awal produk di desain untuk ramah lingkungan.

      Iya nih banyak pr untuk masalah lingkungan di Indonesia. Kalo udah masalah gede emang main di sistem, tapi rakyat biasa kaya aku gini bisanya mulai dari diri sendiri. Sebisa mungkin ngurangi sampah anorganik pribadi dulu.

      Semoga Indonesia makin hari makin baik, individunya makin paham soal masalah lingkungan, bisnis2 mikirin lingkungan, terutama para pembuat kebijakan paham isu lingkungan ini dan nggak serakah.

      Hapus
  2. Kalau penggunaan tisu untuk lap sehabis pipis aku udah sejak 2013 ga ngelakuin lagi, sejak punya kista dan susah promil anak kedua, dokter nyaranin ga pake tisu krn takut efek pemutihnya. Kalau yg skrg masih suka bikin aku mikir itu pemakaian kapas buat bersihin muka Din. . Klo ganti pake yg washable ngeri jerawatan krn ga ganti tiap hari. Klo pakenya tiap hari sekali, cepet abis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ih ngeri juga ya,, ada efek samping pake tisu yg ada pemutihnya.
      Emang belajar untuk punya gaya hidup sustainable tuh nggak gampang, ada ekstra effort yg harus dilakukan. Tp kata orang2 yg udah berhasil, extra effort-nya sebanding dg usaha merawat bumi tercinta.
      Aku pun msh berusaha si mbak, belum berhasil. Huhu

      Hapus
  3. Kayanya perlu disosialisasikan deh prinsip 7R ini. Tapi bersyukur sekarang makin banyak pengusaha yang peduli dengan kelangsungan bumi melalui produk & kebijakan mereka.

    BalasHapus
  4. Aku tuh boros banget sama tisu. Baik di rumah atau keluar rumah. Padahal sudah beli sapu tangan, tapi suka balik ke tisu lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tisu ini emang super praktis kan ya. Tapi ya pelan-pelan ngurangin sambil mikir berapa banyak pohon yang mesti aku tumbuhin buat gantiin si tisu-tisu ini. Aku pun masih belajar mbak.

      Hapus
  5. Duuuh..ini PR banget buatku yg boros tisu karena ga bisa (jeleh / jijik) dg saputangan. Iya, aku tahu ini buruk dan harus diubah..tapi masih suliiiit.. Semoga cepat bisa deh.. Aamiin..

    BalasHapus
  6. Iya nih, ternyata pake tisu juga secara nggak langsung bisa merusak bumi juga lama-lama ya. Kalo aku udah lumayan lama pake handuk kecil khusus buta urusan domestik

    BalasHapus
  7. Mengenai tisu, domestik dan sustainable memang berat, Mbak. Seenggaknya kalau di tempat umum memang kudu menggunakan beberapa lembar tisue.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berat di awal, tapi ada yang bisa ngejalanin. Mestinya kita bisa juga, sambil belajar. Aku juga belajar nih. Nggak gampang emang.

      Hapus
  8. Andaikan toilet umum menyediakan tissue yg khusus utk toilet spt cerita mas Zam di atas ya Din. Memang konsep 7M ni ga boleh bosen digalakkan n jd kebiasaan tiap hari biar lingkungan makin terjaga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, moga-moga ada produk tisu ramah lingkungan seperti yang diceritakan mas Zam ya.
      Aku koreksi dikit ya mbak, 7R. Semoga kita bisa ikut menjalankan ya. Belajar sama2.

      Hapus
  9. Aku biasanya bawa lap khusus buat gantiin fungsinya tisu saat selesai pipis...paling ga mulai dari diri sendiri...makasih ilmu 7R nya ya Din biar ga cuma 3R aja ehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah keren mbak Dani.
      Aku juga baru tahu tentang 7R. 3R udah ketinggalan jaman rupanya.

      Hapus
  10. Jadi makin semangat buat selalu Go Green. Semoga juga jadi bisa ikut melahirkan sosok-sosok Youth Ecopreneur yang bijak kelola sampah, bahkan mampu memprosesnya ulang dan menjadi berkah.
    Mari komit, dengan 'Sampahku adalah Tanggung Jawabku^ ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener nih. Sampahku tanggung jawabku. Thank you for reminder mbak.

      Hapus
  11. Bagus ya acaranya banyak insight baru dalam menjaga lingkungan, bahwa bisnis bisa sejalan dengan kelestarian lingkungan. Sukses untuk D Eagles SMA Karangturi prestasinya keren banget!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, wawasanku jadi terbuka. Keren yak.

      Hapus
  12. Keren banget Sebumi, PJI dan semuanya ����

    Aku berkutat di urusan domestik aja belum lulus nih Say. Masih reuse dan reduce aja bisanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mbak. Mulai dari hal kecil dan melakukan hal yang berpengaruh ke bumi dengan penuh kesadaran udah bantu kok. Gerakan kecil tetap berarti.

      Hapus
  13. Wah, menarik bgt ya mbak ttg zero waste hiking, sebumi ini n 7R nya ya... semoga makin byk anak muda yg peduli lingkungan hidup.

    BalasHapus
  14. Bagus juga nih inisiatif untuk terus menggerakkan anak muda untuk berbisnis namun masih memikirkan kebutuhan lingkungan di sekitarnya. Tak sekadar mencari untung, bener banget ini.

    Yang zero waste saat hiking tadi Lint, aku masih membayangkan harus membawa berapa banyak sapu tangan dan bawa bekas pakainya untuk turun ya. Bener banget nih, harus dipikirkan oleh para pendaki, terutama kalau pas musim pendakian tuh berapa banyak tisu bekas yang terbuang, bahkan kadang tercecer begitu saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru ya, bisnis yang mengatasi masalah tapi nggak bikin masalah tambahan.

      Dulu nggak kepikir cara begini ya. Aku malah kalo naik gunung mikirnya gimana caranya biar semua praktis dan memanfaatkan produk-produk disposable yang ternyata nggak ramah lingkungan blas.

      Hapus
  15. Aku udah mulai ngurangin sampah plastik, jadi kalau belanja sebisa mungkin gak pake plastik atau bawa tas belanjaan sendiri. kayak yang sedih aja gitu liat plastik dimana-mana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren! Aku juga membiasakan diri bawa tas kain untuk belanja di dalam tas kalau pergi-pergi. Aku yang masih susah kalo di tengah jalan pengen jajan dan bawa pulang, nambahin sampah plastik tapi belum bisa konsisten niat bawa container untuk angkut makanan take away. Hasrat tiba-tiba pengen suka tidak terbendung.

      Hapus
  16. Gara-gara bahas tisu, aku jadi mikir lagi untuk penggunaan tisu basah nanti wakti baby lahir. Kuakui penggunaan tisu basah saat baby lahir sangat membantu, tetapi mikirin nanem pohon kok ya ngeri. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serba salah ya mbak. Sesuai kebutuhan dan ikuti kata hati aja mbak.

      Hapus
  17. Haha mba lintang sama bgt, aku kli k toilet umum jg abis bnyak tisu. Buat bersihin dudukan, buat nempelin dudukan sblum aq dduk, dab satu lagi buat ngeringin area yg basah, biar UW g basah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih merasa jorok dan nggak nyaman dengan toilet umum ya kita,, jadi pengen punya tisu ramah lingkungan kaya yang diceritain mas Zam itu.

      Hapus
  18. Alhamdulillah sekarang semakin banyak program yang benar benar berfaedah baik bagi masyarakat atau lingkungan. Nah salah satunya ini ya mba, semoga Indonesia bisa semakin sadar akan pentingnya kelestarian alam dengan cara meminimalisir sampah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga para pemangku kebijakan bisa bikin kebijakan yang mikir kelestarian lingkungan dan individu-individu di dalamnya melaksanakan gerakan sadar lingkungan dengan bahagia. Amin.

      Hapus
  19. MayaAllah komplit ya ulasannya Lintang, aku pun sedang berusaha mengurangi sampah, dan penggunaan tisu ini kadang aku akalin make sapu tangan. Soal startup bangga sama Indonesia yang udah makin berkembang hampir 2ribu ada startup di Indonesia. Drakor startup makin bikin melek soal dunia enterpreneurship.

    BalasHapus
    Balasan
    1. What a good move Nyi. Pelan-pelan gerakannya dimulai dari diri sendiri yak.
      Startup di Indonesia banyak juga ya, semoga sukses dan beneran jadi agen untuk menyelesaikan masalah. Amin.

      Hapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer