Tradisi Saparan dari Desa di Kabupaten Semarang

Tahukah kamu kalau Semarang itu nggak cuma nama kota, tapi juga nama kabupaten. Kabupaten Semarang lokasinya nggak jauh dari Kota Semarang, tepatnya di sebelah selatan Kota Semarang. Kalau di Kota Semarang udaranya cenderung hangat-panas karena lokasinya berada persis di pinggir pantai, cuaca di Kabupaten Semarang cenderung lebih sejuk karena berada di kaki gunung.


Kabupaten Semarang sendiri terdiri dari kota kecil dan desa-desa. Kali ini aku punya kesempatan main ke salah satu desa di Kabupaten Semarang yang bernama Desa Sumogawe. Aku datang saat warga Desa Sumogawe sedang mengadakan tradisi Saparan. Saparan ini semacam tradisi berkah bumi, mengucap syukur pada Sang Kuasa atas hasil bumi selama setahun ini. Bagaimana tradisinya?




Kamu udah lihat gambar-gambar di atas? Iya, gambar makanan. Masakan rumahan yang mewah itu adalah makan siangku saat aku berkunjung ke Desa Sumogawe, Kabupaten Semarang saat sedang berlangsung tradisi Saparan.

Makan siang 4 kali dalam 1 hari


Kalo kamu perhatiin di tiga foto itu, semua menunya tampak serupa tapi tak sama, meja makannya juga beda. Ya, ini memang menu di rumah-rumah yang berbeda. Semuanya menu makan siang. Aku nggak datang ke Desa Sumogawe selama 3 hari, tapi aku makan siang sebanyak 4 kali.


Jadi di Desa Sumogawe ada tradisi bernama Saparan yang tujuannya mengucap syukur pada Yang Kuasa atas berkah yang sudah mereka terima selama ini. Bentuk sukurannya dimulai dengan berdoa bersama-sama pada malam hari.

FYI, Desa Sumogawe ini merupakan desa Bhineka Tunggal Ika. Warga yang tinggal di sini punya agama dan kepercayaan yang beraneka ragam. Mereka semua hidup damai berdampingan dan saling toleransi. Jadi,  jangan tanyakan aku mereka berdoa dengan cara apa ya.

Kirab Budaya


Keesokan harinya, warga melakukan arak-arakan kirab budaya dengan membawa gunungan. Gunungan ini makanan yang ditumpuk ke atas. Selain gunungan berisi makanan pokok seperti nasi tumpeng dan lauk-pauknya, gunungan berisi buah-buahan, gunungan berisi sayur-sayuran, ada juga gunungan berupa jajan anak sd, semacam ciki murah yang harganya cuma lima ratusan rupiah.

Semua warga yang ikut kirab budaya berdandan maksimal menggunakan baju adat daerah. Ada pula yang pakai kostum menari, karena memang setelah kirab budaya ada suguhan Tari Prajurit, tari khas Desa Sumogawe. Sayangnya, saat prosesi kirab budaya, lagu yang diputar untuk mengiringi adalah lagu dangdut yang sedang hits. Andai pakai lagu gamelan jawa, pasti lebih syahdu kan.

Lagu dangdut ini juga jadi suguhan utama saat puncak acara kirab budaya. Jadi semua peserta kirab budaya berhenti di satu halaman warga yang luas. Di sana sudah tersedia makanan, termasuk gunungan yang berisi makanan tadi dimakan bersama-sama. Nah, di halaman rumah warga ini ada panggung dangdut dengan penyanyi dangdut seksi yang suaranya pas-pasan. Warga nampak menikmati dan berjoget dengan riang.

Acara kirab budaya ditutup dengan sajian tari prajurit. Semua penari tari prajurit ini adalah pria. Mereka berdandan dengan kostum khas jawa, dengan jarik dan rompi batik, lengkap dengan make up tebal khas penari jawa. Tak lupa ada properti berupa kuda-kudaan, mirip dengan kuda-kudaannya tari jaran kepang.

Keliling desa


Selesai pertunjukan Tari Prajurit, selesai juga acara puncak Kirab Budaya di halaman rumah warga ini. Tapi rupanya acara Saparan yang sesungguhnya baru dimulai. Aku dan teman-teman dipersilakan untuk keliling desa.

Salah seorang warga desa melambaikan tangan dari pintu rumah, mempersilakan kami untuk masuk ke dalam rumah. Kami pun menurut, dan masuk ke dalam.


Di rumah yang kami datangi siang itu, nggak ada kursi. Semua lantai tertutup oleh tikar yang di atasnya ada banyak makanan kecil berupa pisang, agar-agar, kacang rebus, kuaci, tape ketan, dan jajanan lainnya.

Satu hal yang terlintas di benak kami, "Ini kok suasanyanya seperti suasana lebaran."

Benar saja, saparan di Kabupaten Semarang ini seperti lebaran. Malah bisa dibilang, saparan lebih meriah dibanding lebaran itu sendiri. Saparan adalah mengucap syukur. Semua warga membuka pintu lebar-lebar untuk siapa saja masuk ke dalam rumah mereka.

Di dalam rumah sudah tersedia berbagai macam sajian, mulai dari makanan ringan hingga berat. Peraturannya, semua orang yang sudah masuk ke dalam rumah baru boleh keluar setelah makan, makan berat. Pokoknya, piring mereka harus kotor.

Di situ kami merasa nggonduk. Nggonduk itu kalo diterjemahin ke bahasa Indonesia itu semacam perasaan, 'kok gini sih, kan mestinya...', atau 'eh, lho kok gitu'. Kami semacam masuk ke jebakan batman. Ceritanya kan kami sudah kenyang karena barusan makan siang di lokasi Kirab Budaya, eh ini diminta makan siang lagi.

Warga nggak mau tahu. La wong ini sudah tradisi lho. Ya sudah, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, kami jelas harus ikut adat. Kami makan siang untuk kedua kalinya. Masih ditambah ngemil jajan yang enak-enak.

Siang itu kami nggak cuma masuk ke satu rumah untuk ikut tradisi Saparan, tapi 3 rumah! Itu artinya kami harus makan siang lagi sampai 4 kali! Yang sekali tadi di acara Kirab Budaya. Perut ini rasanya mau meledak. Mau nolak juga gimana, wong namanya tradisi. 

Tapi makanannya enak-enak semuaaa. Gila ya, padahal aku ini makannya dalam keadaan perut kenyang lho. Ada menu-menu mahal macam jengkol, pete, dan aneka jenis daging yang diolah jadi gule, bakso, asem-asem, dan tentu saja ada sayuran. Jajanannya juga enak semua. Aku paling suka dapet Teh Bandulan yang punya rasa khas itu.

Bonus: buah duwet

Desa Sumogawe ini emang desa yang makmur. Lokasinya ada di sekitaran Kopeng yang adem, di lereng Gunung Merbabu. Kebanyakan warganya punya sapi yang susunya diolah untuk jadi susu segar. Bahkan susu segar dari Sumogawe juga jadi salah satu pasokan perusahaan susu nasional.

Kandang sapi di Desa Sumogawe

Tradisi saparan sendiri terbuka untuk siapa saja. Tiap tahun di bulan Sapar (hitungan bulan dalam kalender Jawa), warga Desa Sumogawe selalu membuka diri dan menyajikan apa saja di meja makannya. Desa Sumogawe sendiri terdiri dari beberapa dusun. Nah, untuk tuan rumah Saparan ini bergantian di masing-masing dusun. Jadi, lokasi Saparan pasti ada di Desa Sumogawe, tapi di dusun yang mana, bisa tanya aja ke warga.


Untuk Kabupaten Semarang sendiri, ada banyak desa unik yang potensial untuk didatangi dan dapat experience baru. Kalo kamu bingung gimana caranya, coba deh hubungi Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang di instagram mereka @pesona_kabsemarang. Dinas Pariwisata Kab Semarang punya paket One Day Trip untuk main ke desa-desa di Kab Semarang, lengkap dengan transportasinya. Harganya mulai dari Rp. 150,000 per orang. Menarik kan?

Yuk ah. Kapan nih main ke Semarang?

Dinilint

Komentar

  1. hahaha, perut sampai penuh karena kebanyakan makan di SAPARAN kemarin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Juarakkkk,,
      Ini baru posting udah langsunf dikomen sama temen jalan yg sama2 kekenyangan. Haha.

      Hapus
  2. Saya pernah dengar Saparan ini waktu main ke sekitaran Kopeng, seperti ada kirab dan yang lainnya. Tapi belum sekalipun pernah lihat langsung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mas, ada kirab-nya di pagi hari, lanjut makan siang bareng-bareng sembari dangdutan. Nah, lanjut lagi silaturahmi ke rumah-rumah warga.

      Hapus
  3. Jadi mirip lebaran ya, din. Makan sepuasnya di tiap rumah. Bedanya ini bukan pas lebaran. Hehe. Kalo buah duwet udah jarang nemu tuh. Dulu pas kecil ada deket sekolah bapak. skrg udah jarang yang nanem. Beruntung dini bisa ketemu buah langka itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, berasa lebaran. Kalau menurut masyarakat sana malah Saparan ini lebih seru dari lebaran karena terjadi sampe 7 hari.
      Aku baru ketemu Buah Duwet di sini. Haha.

      Hapus
  4. Saya malah penasaran dengan paket one day trip-nya. Jadi pengin cari tahu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langsung kontak ke Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang aja mbak.
      Ig-nya di @pesona_kabsemarang

      Hapus
  5. Wahhh asik bangettt. Semarang surga kuliner ya ka. Mau dong aku kapan kalo ke Semarang ikut One Day trip Desa Kab. Semarang. Hehe

    BalasHapus
  6. ya allahhhh kenyaaaang bangeeeetttt yaaaa


    hahahha ayok lagi hahahahahhaha

    BalasHapus
  7. Kebayang ya betapa ramahnya para penduduk yang membuka pintu rumahnya untuk menjamu para tetamu. Boleh Juga tuh paket main ke desa di Semarang. Seorang diri boleh Kak?

    BalasHapus
  8. Wkwkw...asli aku tadinya baca judulnya Tradisi Sarapan lho... Asyik ya bisa mengenal langsung budaya seperti ini. Dan lebih asyik lagi...ada Duwet! Haha..

    BalasHapus
  9. Saparan ini pas habis lebaran gitu, ya, makan-makannya, Mbak? Rasanya kayak prasmanan, ya? Soalnya makanannya banyak. Hehe ... Mbak asli itu makan 4 Kali, kenyang banget dong.

    BalasHapus
  10. Suh laper seketika deh gue liat menu makananya, Btw itu Semur Jengkol bukan sik? Kesukaan gue banget ini mah hhe. Eh disanan namnaya Duwet yah? Kalo di Bekasi namanya Juwet wkwk

    BalasHapus
  11. Wah dalam sehari makan siang 4 kali ya kak. Haha. Saya pun pernah mengalami hal serupa. Waktu lebaran di kampung ayahku. Tiap berkunjung ke rumah kerabat, kita disuruh makan dan tabu untuk menolaknya. Secara kita pulang kampung cuma setaun sekali. Kenyang dan tak terlupakan

    BalasHapus
  12. Wow..keeen amat yak..ini sarapan bisa 4x sehari...ala all you can eat di Kabupaten Semarang ya hehehe 😂😁😁😍 Penggendutan peyyyut ini mah. Ada kirab... ada sarapan, trip yang menyenangkan.

    BalasHapus
  13. Dini, baik sekali tradisi kayak Saparan gini, menjamu banyak orang di seluruh desa. Kalau aku malah sungkan dijamu terus-menerus, takut perut mblokek dan isinya jadi keluar semua..

    BalasHapus
  14. Tradisi Saparan ini biasanya ada di bulan apa, Mbak? Menarik banget untuk didatangi. Tetapi, pengennya pas ada tradisinya. Dan pastinya harus melupakan diet saat di sana hahaha

    BalasHapus
  15. Kuat juga sampeyan 4 kali makan siang dalam sehari, Din. Bisa betah sampe besok paginya tuh. Semacam all you can eat di desa ya, hahaha.

    Aku setuju, KENAPA GUNUNGANNYA DIIRINGI LAGU DANGDUT KOPLO? Kalo pake lagu campursari atau malah gamelan gitu kan malah khusyuk ya.

    BalasHapus
  16. Eh...aku baru tau ada yg namanya kabupaten Semarang. Taunya itu wilayah pusat kotanya saja. Tapi menarik juga mengikuti kegiatan budaya adat setempat. Kenyang banget pasti ya mba, setiap singgah dan berkunjung ke suatu rumahnya sebagai menghormati empunya rumah mesti menyantap hidangan yang disajikan

    BalasHapus
  17. Takjub aku saat kita dipersilakan makan siang untuk ketiga kalinya dan tak boleh ditolak karena ngga sopan wkwkw..guyub ya tradisi Saparan ini

    BalasHapus
  18. Sungguh aku awalnya baca judul ini sarapan, bukan saparan. 🤣🤣🤣
    Aku beneran baru tau tentang tradisi Saparan ini. Jadi penasaran. Kok kamu enak banget sih makan-makan :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer