Festival Tumpeng Sewu, Upacara Adat Suku Osing Kemiren di Banyuwangi

"Jalan-jalan ke Banyuwangi cuma sehari? Gila ih."

Ini kata-kata yang aku lontarkan pada temanku ketika dia datang ke Banyuwangi dalam jangka waktu cuma sehari. Datang malam, naik ke Kawah Ijen, dan siangnya udah naik bus pulang. Gila kan? 

Kenyataannya, di kemudian hari aku melakukan hal yang sama, cuma sehari di Banyuwangi. Kalau temanku pergi ke Banyuwangi untuk melihat Kawah Ijen, aku cuma buat makan. Well, call me crazy, tapi kalian penasaran nggak sih makanan macam apa yang bikin seorang Dinilint rela menempuh perjalanan berjam-jam lamanya*? Istimewa banget apa gimana?


*Buat aku dan temanku -yang cuma sehari ke Banyuwangi demi naik ke Kawah Ijen-, jarak Banyuwangi dari kota kami tinggal sekitar 12 jam perjalanan (naik bus) dan 10 jam perjalanan (naik kereta). Cara kedua adalah cara paling praktis dan nyaman untuk menuju Banyuwangi.

Sebelum menjawab soal makanan apa yang bikin aku rela datang (lagi) ke Banyuwangi, ijinkan aku untuk nulis cerita ini secara urut dari segi waktu.

Banyuwangi punya semuanya; pantai, gunung, hutan


Banyuwangi sendiri punya banyak sekali tempat menarik untuk dieksplorasi. Yang paling terkenal tentu saja Kawah Ijen dengan blue fire, satu dari dua blue fire yang ada di dunia. Lalu ada pantai-pantai cantik di Banyuwangi seperti Pantai Merah, Pantai Cacalan, Pantai Watu Dodol, Pantai Boom Marina, Pantai Plengkung atau G-Land di Alas Purwo. Taman nasional dan hutan Banyuwangi juga menarik banget; Alas Purwo, Meru Betiri, dan yang deket-deket Banyuwangi, Baluran.

Aku adalah salah satu wisatawan yang terpana dengan eksotiknya Banyuwangi, beyond expectation deh. Hiking ke Kawah Ijen, ketemuan sama monyet-monyet Baluran, island hoping ke Pulau Menjangan, seharian di Alas Purwo. Semua hal ini aku lakukan dalam jangka waktu selama 3 hari. Padahal, masih banyak destinasi lain yang bisa dijelajah di Banyuwangi.

Ini adalah foto saat island hoping di Pulau Menjangan.
Pulau Menjangan bisa dicapai dari Pantai Watu Dodol, Banyuwangi.
Foto lain dari perjalananku ke Banyuwangi bisa kamu lihat di Postcard from Banyuwangi

Aku pun berjanji sama diri sendiri, akan kembali ke Banyuwangi, tapi ya nggak sehari doang sih. Pengennya seminggu gitu. 

Kenyataannya, aku travelling (lagi) ke Banyuwangi dalam sehari. Semua ini karena alasan mau lihat upacara adat Suku Osing Kemiren di Banyuwangi yang disebut sebagai Festival Tumpeng Sewu.

Upacara adat di Desa Kemiren


Di bulan Agustus ini ada gelaran upacara adat tahunan Suku Osing di Desa Kemiren. Pada saat yang bersamaan gelaran Jember Fashion Carnaval juga dilaksanakan di Jember. Berhubung jarak Jember-Banyuwangi cuma sejauh Rp. 8000 - 3 jam perjalanan naik kereta lokal, kenapa nggak sekalian jalan-jalan ke Banyuwangi.

Kebetulan aku punya jatah libur dan punya kesempatan untuk datang ke Jember, untuk menjawab rasa penasaran akan Jember Fashion Carnaval. Ulasan tentang Jember Fashion Carnaval 2019 sudah aku tulis di link ini.

Kereta lokal Rp 8,000 ke Banyuwangi


Aku berangkat naik kereta Pandanwangi dari Jember sekitar jam 5 pagi dan sampai di Stasiun Karangasem, Banyuwangi sekitar jam 8 pagi. Di depan Stasiun Karangasem ini banyak banget tempat sewa motor. Kalau sendirian, aku tinggal sewa motor di depan Stasiun Karangasem. Harga sewa motor untuk sehari sekitar Rp. 75,000.
Kalau kamu naik pesawat dan turun di Bandara Banyuwangi di daerah Blimbingsari seperti temen aku Aziz, kamu bisa naik Damri ke kota dan lanjut pake ojek ke Stasiun Karangasem untuk kemudian sewa motor. Kalo si Aziz yang terlalu asyik nonton arsitektur bandara, mesti naik taksi dan bayar ongkos Rp. 120,000 untuk jarak tempuh sekitar 20 km.
Berhubung udah janjian sama Alan, blogger yang kerjaannya blusukan di Banyuwangi, jadi selama di Banyuwangi aku bareng sama dia. Dari Stasiun Karangasem kami berangkat ke Desa Kemiren, tempat upacara adat Tumpeng Sewu dilaksanakan hari itu.

Acara Tumpeng Sewu sendiri artinya bersih desa dan syukuran. Acara dimulai dengan menjemur kasur di pagi hari, kemudian kasur dikembalikan lagi sorenya. Sambil nunggu kasur dijemur, warga desa beramai-ramai masak pecel pitik. Acara puncaknya adalah saat malam. Seluruh warga desa akan menggelar tikar di depan rumah, duduk bersama, berdoa, dan makan bersama-sama. Pecel pitik ini menu utama acara Tumpeng Sewu.


Satu desa kompak jemur kasur


Saat aku datang  di Desa Kemiren pagi itu, seluruh warga desa kompak menjemur kasur berwarna merah dan hitam di depan rumah. Nggak cuma dijemur, kasurnya juga digebuk. Hal ini menandakan membuang energi negatif dari dalam rumah.

Perhatiin deh warna kasurnya

Bersih desa
Menurut adat Osing Kemiren, setiap perempuan yang mau menikah harus punya kasur ini. Warna merah berarti berani -berani memulai kehidupan yang baru-, warna hitam berarti langgeng -harapannya rumah tangga langgeng sampai kakek-nenek, dan benang putih yang berarti tulus.

Aneka jajanan khas Kemiren untuk sarapan


Sembari lihat orang-orang jemur kasur, aku sempat beli jajanan khas Kemiren; serabi dan dua macam gethuk yang diberi parutan kelapa dan gula merah. Satu porsi cuma Rp. 5000 tapi cukup untuk menggantikan porsi sarapan saking banyaknya. Nggak cuma itu, kami diajak makan di ruang tamu si ibu, dan dengar cerita dari suami si ibu.

Jajanan khas Kemiren

Makannya di ruang makan

Warga Desa Kemiren emang ramah. Karena beli jajan, malah jadi tamu dadakan, dipersilakan duduk di dalam rumah, dan ngobrol tentang keseharian masyarakat Desa Kemiren. Akibat ngobrol-ngobrol ini, kami malah diajak masuk ke dapur salah satu warga untuk melihat sendiri proses masak Pecel Pitik. Pecel Pitik adalah menu utama dalam acara Tumpeng Sewu yang akan kami makan bersama-sama nanti malam. 

Mengintip pembuatan pecel pitik, makanan khas Kemiren


Pecel Pitik tentu saja dibuat dari pitik, atau dalam bahasa Indonesia, ayam. Ayam yang digunakan untuk memasak Pecel Pitik adalah ayam liar yang cari makan sendiri dan pulang sendiri saat matahari terbenam.

Proses pembuatan pecel pitik menggunakan tungku kayu bakar

Ayam cuma dibersihkan, kemudian di-petenteng pada sebilah bambu, lalu dibakar menggunakan tungku kayu bakar. Tidak ada penambahan bumbu apa-apa saat proses pembakaran yang memakan waktu sekitar satu jam. Saat ayam mulai matang, aroma ayam bakar menyeruak ke seluruh penjuru rumah. Enak.

Ayam kemudian disuwir pakai tangan. Ada kepercayaan untuk tidak menggunakan pisau selama memasak pecel pitik. Konon katannya, kalau yang memasak Pecel Pitik ini bukan orang Kemiren, rasanya akan beda.

"Kalau yang masak pecel pitik bukan orang Kemiren, rasanya akan beda"

Mencium aroma ayam bakar saat jam makan siang bukan kombinasi yang bagus. Jadi, kami pergi cari makan siang. Kami pilih menu nasi tempong, salah satu makanan khas Banyuwangi.

Nasi tempong, kuliner khas Banyuwangi


Disebut nasi tempong karena kalau makan nasi ini, bakal berasa seperti tertampar (tempong) karena sambal tempongnya. Sambal tempong pada nasi tempong punya rasa yang khas karena menggunakan tomat yang cuma tumbuh di Banyuwangi.

Nasi tempong dengan lauk ikan wader

Nasi tempong terdiri dari nasi dengan aneka lauk, lalapan, dan sambal tempong. Kalau di kota Banyuwangi lauk nasi tempong beraneka ragam, siang itu pilihan lauk nasi tempong kami adalah ikan wader dan gorengan gimbal (udang yang digoreng bersama tepung dan berbentuk mirip keripik). Kami makan di warung nasi tempong sederhana di pinggir sawah, rekomendasi dari Andre (@hobimakan.banyuwangi) dan Alan (@alannobita). Enak!

Mandi di air terjun


Kami masih punya waktu sekitar 3 jam-an sebelum Festival Tumpeng Sewu di Desa Kemiren dimulai. Berhubung tadi pagi belum mandi, dan ini sudah di Banyuwangi, jadi nggak ada salahnya kalau mencoba mandi ala bidadari. Sayangnya aku nggak bawa selendang, jadi nggak ada Jaka Tarub yang bakal nyuri selendang. :P

Di dekat Desa Kemiren ada Air Terjun Jagir yang sangat memungkinkan digunakan untuk mandi. Jadi, kami pergi ke air terjun siang itu dan mandi. Konon katanya kalau mandi di Air Terjun Jagir bikin awet muda. Yang jelas kucuran air dari air terjun jadi massage alami yang bikin rasa pegel di badan hilang.

Makan di pinggir jalan


Setelah mandi di air terjun, cacing dalam perut mulai berontak lagi. Hari sudah mulai sore. Kami kembali ke Desa Kemiren dan mendapati suasana desa sudah berganti. Di depan rumah-rumah warga, tikar sudah digelar. Malam ini kami akan makan bersama di pinggir jalan desa, di depan rumah.

Tikar dan makanan sudah siap

Ketika masuk ke rumah salah satu warga, pecel pitik sedang diolah lagi. Daging ayam yang sudah disuwir ditambah parutan kelapa beserta bumbu; kemiri yang sudah digoreng, cabe rawit, cabe merah, daun jeruk, terasi, gula pasir, gula merah, dan garam. Semua bahan dicampur jadi satu menggunakan tangan.

Final touch of pecel pitik

Ketika hari mulai gelap, warga desa sudah berkumpul di pinggir jalan depan rumah masing-masing. Hidangan pecel pitik yang dilengkapi dengan nasi, lalapan, gorengan, sambal, dan air kendi sudah siap di tiap tikar. Siapa saja yang datang ke Desa Kemiren sore itu dipersilakan untuk menikmati hidangan malam bersama-sama seluruh warga.

Sebelum acara makan malam dimulai, ada barongan yang datang dari ujung jalan ke arah masjid. Barongan ini juga menyalakan obor di sepanjang jalan. Setelah rombongan barongan sampai ke masjid, doa-doa mulai dipanjatkan, hingga acara makan pecel pitik bersama-sama dilaksanakan.

Arak-arakan barongan yang menyalakan obor sepanjang jalan desa

Hidangan makan malam di acara puncak Tumpeng Sewu

Piringnya berupa daun pisang

Festival Tumpeng Sewu merupakan acara bersih desa dan selamatan atau syukuran. Warga desa bersyukur pada Sing Mbahurekso Desa Kemiren. Acara yang seru dan worthed it untuk waktu satu hariku di Banyuwangi.

Malam itu aku langsung balik lagi ke Semarang. Besok aku harus kerja di kota kesayangan. Kerja lagi, nabung lagi, untuk kemudian jalan-jalan lagi.

Travelmate

Terima kasih untuk teman perjalanan: Alan, Andre, Aziz untuk satu hari menyenangkan di Banyuwangi. Terima kasih untuk kamu yang sudah baca tulisanku tentang satu hari di Banyuwangi. Sampai bertemu lagi.

Dinilint.

Komentar

  1. Kalau sedari pagi hujan, nggak ada ritual jemur kasur bersama dong?

    Ih, seru banget bisa ditemenin Mas Alan. Jadi pengen main ke Banyuwangi juga nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin kalo udah niat mau jemur kasur, hujannya melipir dulu. Ehehehe.

      Main bang ke Banyuwangi.

      Hapus
  2. Meski hanya sehari, tapi kalau ada acara festival kek gitu pasti akan sangat berkesan, apalagi icip makanan khas daerah tersebut. penasaran sama pecel pitiknya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa.

      Pecel pitiknya enak, dagingnya empuk, taste rasanya gurih. Mesti coba lah.

      Hapus
  3. Satu hari aja cerita udah banyak dan menyenangkan kak. Hehe. Aku jd pengen cobain ayam tempong asli Banyuwangi deh. Haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saranku, minimal 3 hari kalo travelling ke Banyuwangi.
      Nasi tempong lauk ayam hari pertama, nasi tempong lauk ikan hari kedua, ntar hari ketiga makan seafood. Haha.

      Hapus
  4. Wah seru banget pengalaman one day trip ke Banyuwangi nya. Padat dan berkesan��. Btw selain Jember, Banyuwangi harus aku masukin ke dftr wishlist destinasi wisataku nih. Tfs mba dini��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga wishlist-nya segera terwujud ya.
      Makasih udah baca :D

      Hapus
  5. Wew,, gileee sehari doang ahaha..

    Banyuwangi ni banyak banget tempat keren yaa.. Paling pengen explore Baluran,, hmmm kapan ya??

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
  6. Tahun kemarin sempet berkunjung ke Banyuwangi, gak semua ke explore hanya sempet ke pantai pulau merah, ijen, de djawatan, marina boom. Dan sempet nyobain bothok tawon, pecel pitik sama nasi tempong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah lumayan banyak itu.
      Aku malah belum pernah nyobain bothok tawon.

      Hapus
  7. Pantainya asyik, ya. Kuliner khas daerah juga kayaknya enak-enak. Festival tumpang sewu ... rasanya saya juga pengen ada di sana. hehe ...

    BalasHapus
  8. Terima kasih utk tulisan keren ini, Din.. Dan aku langsung lapeeeer pengen nyicip Pecel Pitik nya! Haha..

    BalasHapus
  9. Banyuwangi masih jadi wishlistku nih, pengen ke pantainya yang apik-apik, uni banget sih acaranya ini Din, makanannya juga sederhana tapi sampai ke hatii

    BalasHapus
  10. Kalo masih muda gitu ya, mbak.. Kuat-kuat aja mau dipake traveling sehari doang hahahaha.

    Aku baca kulinernya unik-unik! Bisa lihat proses pembuatannya pula. Walaupun cuma sehari tapi bisa berkesan banget yaaaa.. ikut senang!

    BalasHapus
  11. waah.. pengen ke Banyuwangi masih sebatas niat aja... semakin banyak aja yang menarik di Banyuwangi...
    mungkin nanti yang pertama kali ke kota ini Baluran dulu deh.. dan mudahan pas ada festival budaya seperti ini

    BalasHapus
  12. Saya juga bersedia deh ke sini cuma kulineran kalau seperti itu. Seringkali kuliner khas memang hanya ada di daerahnya aja. Tetapi, jadinya pengen bisa menginap di Banyuwangi lebih lama supaya bisa menikmati semua :)

    BalasHapus
  13. Berwisata ke Banyuwangi adalah paket lengkap semua ada. Kalau di kalangan pendaki gunung yang terkenal adalah gunung Raung.

    BalasHapus
  14. wah aku belom pernah ke Kemiren...kalo pas ke Banyuwangi pengen kesini.. Dan eksplor tempat lainnya..

    BalasHapus
  15. Aku belum pernah wisata beneran ke Banyuwangi, sebatas hanya lewat hehehe. Ternyata aku baru tau ya ada acara jemur kar=sur merah dan hitam ini beramai2. Oh jadi pengantin baru ceritanya kudu punya beginian? :) Seru juga acara nasi tumpengnya ya untuk memeriahkan acara ini. Mantap mbak Dini seharian aja bisa banyak ceritanya :D

    BalasHapus
  16. Buruan beli casus hitam-merah itu deh Kak. :D

    Ku iri kamu main-main ke Banyuwangi. Aku belum sempeeeett....

    BalasHapus
  17. Lucu banget sih ada yang kompakan nepok kasur pinggir jalan gitu. :))

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer