Pasar Papringan & Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Sadar nggak sih, belakangan orang-orang lagi seneng ngomongin tentang gerakan sayang bumi, sustainability. eco living, back to nature, dan sejenisnya. Kebanyakan yang udah mempraktekkan gaya hidup yang ramah lingkungan atau istilah pop-nya sustainable living adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, dengan tingkat pendapatan menengah ke atas. Secara nggak langsung gaya hidup sustainable cenderung mahal.

Ah, apa iya?


Nggak juga lho. Di Temanggung ada pasar yang sangat sustainable. Yang datang ke pasar ini adalah seluruh lapisan masyarakat. Ini berarti harga barang yang diperjualbelikan di pasar ini sangat terjangkau. Namanya Pasar Papringan.

Sesuai dengan namanya, Papringan, Pasar Papringan berada di hutan pring (bambu). Tentu saja hutan pring ini sudah diatur sedemikian rupa sehingga nyaman. Nggak ada bangunan sama sekali di Pasar Papringan. Seperti juga namanya, segala sesuatu di Pasar Papringan mengandalkan pring.


Bahkan mata uang untuk jual beli barang juga menggunakan pring.


Satu pring seharga Rp. 2000.


Kalau kamu pertama kali masuk melalui pintu masuk Pasar Papringan, kamu akan mendapati aneka jenis makanan, baik makanan berat maupun makanan ringan, dan tentu saja aneka jenis minuman, baik yang panas maupun dingin.


Uniknya semua tempat makan yang ada di Pasar Papringan terbuat dari alam. Mangkok dari batok kelapa, anyaman rotan, daun pisang adalah alat yang digunakan untuk menyajikan makanan dan minuman.





Selain aneka jenis makanan dan minuman, Pasar Papringan juga menjual aneka kerajinan yang kebanyakan terbuat dari bambu. Mulai dari mangkok, gantungan kunci, hingga mainan anak terbuat dari bambu. Harganya sangat sangat terjangkau.



Kalau mau bawa pulang, nggak ada plastik. Penjual akan membungkus makanan dengan daun pisang. Kamu bisa beli keranjang rotan sebagai wadah. Kamu juga boleh banget bawa tempat makanan sendiri untuk membawa pulang makananmu.

Yap, salah satu aturan di Pasar Papringan adalah tidak ada plastik. Hebatnya, mereka berhasil lho konsisten tentang keberadaan plastik ini. Aku tidak menemukan adanya tas plastik, mangkok plastik, wadah plastik, sedotan plastik di Pasar Papringan.





Pasar Papringan juga menyediakan stand oleh-oleh, jenis-jenis makanan yang cocok dibawa pulang. Ada sambal, keripik, tape singkong, dan aneka jenis makanan khas desa lainnya. Untuk sambal, kemasannya berupa gelas kaca yang ditutup dengan rotan. Cantik banget kemasannya.


Ada juga hasil bumi berupa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dijual di Pasar Papringan. Semuanya masih segar dan menggoda.

Pasar Paringan juga punya playground yang lagi-lagi terbuat dari bambu. Ayunan dari bambu, jungkat-jungkit dari bambu, bahkan ada engrang dari bambu.


Bahkan iringan musiknya adalah musik tradisional, gamelan

Di mana?
Pasar Papringan terletak di Temanggung, tepatnya di daerah Kedu. Dari Kota Temanggung kira-kira sekitar 20 menit naik kendaraan. Kamu bisa mengetik 'Pasar Paringan' di google map dan tinggal mengikuti arah. 

Meskipun ke arah desa, tapi sinyal masih kuat kok. Jalannya juga udah mulus. Sayangnya plang penunjuk menuju Pasar Papringan terbatas, bahkan hampir tidak ada.

Kapan?
Perlu diketahui, Pasar Papringan hanya buka 2 minggu sekali di hari Minggu. Patokannya adalah kalender Jawa, Minggu Wage dan Minggu Pon. Kamu bisa cek instagram mereka di @pasarpapringan untuk lebih jelasnya.

Yang perlu kamu ketahui.
Pasar Papringan memang buka sampai jam 12 siang. Tapi alangkah menyenangkannya kalau kamu datang lebih pagi. Tingkat keramaian Pasar Papringan ya di pagi hari, ketika semua makanan masih lengkap. Kalau lebih siang, kamu bakal kehabisan beberapa jenis hidangan. Sayang kan.

Kemasan yang dipakai di Pasar Papringan.
Keren kan?

Kalau bermobil dari Jogja menuju Pasar Papringan Temanggung, kira-kira butuh waktu sekitar 2,5 jam. Kalau dari Semarang menuju Pasar Papringan, kira-kira butuh waktu sekitar 2 jam. Kalau dari Semarang, kamu bisa lewat tol Semarang - Bawen, kemudian lanjut lewat jalan biasa ke arah Jogja, dan belok kanan di pertigaan arah Temanggung.

Pemandangan sepanjang jalan bagus semua. Apalagi berangkat pagi. Aku pribadi rela bangun super pagi, saat matahari masih tenggelam. Berkendara di minggu pagi dengan bonus pemandangan cantik nggak pernah bikin rugi. Apalagi tujuannya makan enak di Pasar Papringan.

Jadi tahu kan, kenapa tadi di atas aku sebut-sebut sustainable living? 



Ndeso • Postingan di Ig feed kali ini emang nggak penting. Cuma foto di samping rumah orang yg ada tanaman adas rame & gemrubul gitu. • Biasanya kan lihat daun adas itu dalam bentuk lalapan yg dimakan pake sambel bawang, atau jadi keripik crunchy yg gurih. • Daun adas sendiri lebih dikenal sebagai tanaman rempah-rempah dengan bau harum yg khas. Aku lebih suka nyebut adas sebagai suket, atau bahasa Indonesia nya rumput. • Bentuk adas ini emang mirip rumput kan yaaa. Cuma dia tumbuhnya naik ke atas, nggak ndlosor di tanah. • Foto ini diambil di perjalanan pulang dari Pasar Papringan. Jadi ya bawa tas bambu, karena di Pasar Papringan nggak boleh pake plastik babar blas. Belakangan baru tahu kalo tas bambu malah jadi trend tas branded sebangsa Cult Gaia. • Eh, ini caption nggak penting. Kok kamu baca sampe abis. #bloggerperempuan #pasarpapringan
Sebuah kiriman dibagikan oleh Sprinkle Stardust (@dinilint) pada

- Dinilint -

NB: Datang ke Pasar Papringan mengingatkanku tentang Green School di Bali, sekolah yang terbuat dari 100% bambu. Sekolah ini mengajarkan tentang asiknya hidup di bumi. Cerita lengkapnya udah pernah nulis di www.dinilint.com/2015/10/berkunjung-ke-green-school-bali.html

Komentar

  1. Sudah beberapa kali datang ke sini. Senang banget bisa berburu macam kuliner.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asik banget yaaa.
      Aku selalu kekenyangan kalo main ke sini.

      Hapus
  2. akkk ngangenin emg pasar papringan, jajanya enak2 mbaakkk.. harusnya mampir ke Banjarnegara mbak, kita mitap.. ckckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah,, deket ya Temanggung dengan Banjarnegara. Jadi pengen minum dawet Banjarnegara nih. Hehe.

      Hapus
  3. astaga ini seru banget, suamiku pasti seneng banget diajak ketempat macam ini, aku juga senneg sih, bener2 go green dan bisa nostalgia sm kuliner yg ga ada di jakarta, hahaha, aku dirumah juga punya cangkir & mangkuk batok, mahal bgt harganya, tp karna suka ya udah lah, beli 1 hahahah. kayaknya harus segera bikin agenda ke pasar papringan deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo di Papringan cangkir dan mangkuk batoknya murah mbak. Kalo ke Papringan perhatiin jadwalnya ya. Pasti seneng banget deh. Suasananya seru, makanannya enak semuaa.

      Hapus
  4. suka dengan pakaian bapak2 bergaya jawa jaman dulu.. cocok dengan konsep tanpa plastik pasar ini, seperti berada di masa lalu hehe..

    tapi btw itu kalau hujan gimana ya? ga tertutup atap tuh jualannya..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa,, kaya masuk ke lorong waktu kalo ke Papringan.

      Pas nanyain soal hujan, kata ibu-ibu yang jual kalo hujan ya pada pergi, diberesin dagangannya. Tapi selama si ibu itu jualan nggak pernah hujan gedhe dan harus pergi dari pasar.

      Hapus
  5. Lintang, itu yg di foto bener Monic Aditya? Hehehee sempet sampe kulihat2 tadi beneran dia apa bukan. :))

    Keren ya Pasar Papringan ini konsisten untuk menjalankan konsep no plastic at all. Bagus nih untuk ditiru dan dimodif oleh pasar2 kekinian yang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener.

      Kamu ndak yo temen kuliah e te
      Mon (tante Monic) mbak?

      Aku pertama kali ke Papringan sama teMon ity.

      Hapus
  6. belum pernah ke sini huhu.. aku penasaran sama sepeda yang dari bambu itu loh mbaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Spedagi!

      Kalo lagi selo, spedaginya dipasang di pasar, kalo lagi nggak selo, spedaginya nggak ada.
      Yang selo yang punya spedagi maksudnya mbak.

      Hapus
  7. Aduuuh...aku sudah lama dengar nama Pasar Papringan ini tapi belum lelakon mampir. Kalau tidak salah, ini pelopor model.pasar yg sekarang banyak dikembangkan di Deswita kan ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, setahuku Pasar Papringan emang udah ada sebelum happening pasar-pasar yang disebut sebagai destinasi digital.
      Tapi, aku nggak bisa bandingin pasar yang dikembangkan desa wisata, karena aku belum ke sana, jadi nggak bisa membandingkan.

      Hapus
  8. belum pernah ke sini deh huhuhuh, sukanya tuh suasananya beda banget, apalagi mendukung go green gini, mantap deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap. Nggak gampang konsisten untuk go green, terutama bagian tidak pake plastik apapun dalam mengelola suatu pasar di jaman modern begini. Aku salut sama semua yang terlibat di pasar Papringan, termasuk pengunjung, yang berhasil.

      Hapus
  9. Sejak pertama x baca postingan ttg pasar Papringan ini aku udah kepo banget dan pengen banget bisa kesana. Ngajak anak2 seru pasti ya say

    BalasHapus
  10. Aku makin mupeng ke Papringan, nggak pernah cocok deh sama jadwal pasarnya, hikss
    PAdahal udah diajakin adik iparku yang udah beberapa kali kesana, tapi lha piye, aku belum beruntung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum jodoh, belum rejeki.
      Tenang, Pasar Papringan banyak yang suka, kemungkinan masih akan eksis untuk waktu yang lama.

      Hapus
  11. Keren banget ya, Mbak, bisa kompak komitmen buat nggak pake plastik gitu.
    Btw, aku gagal fokus sama foto-foto jajanannya, menggiurkan sekali kayaknya.

    BalasHapus
  12. Lintang udah sampai sana aja, aku belum pernah ke pasar Papringan ini
    itu makanannya banyak yang belum aku coba lho, lucu-lucu bentuknya ya jajanan tradisional sana
    Ngiler, semoga kapan-kapan bisa mampir ke sini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak makanan yang aku baru tahu pas di sana Nyi. Enak semua.

      Hapus
  13. Dari dulu penasaran dengan pasar ini tapi belum kesampaian main ke sana, pasar ini konsisten ya penyelenggaraannya dan laris..keren..

    BalasHapus
  14. Pasar papringan kayaknya ada duluan drpd pasar karetan deh. Aku suka suasananya ada di antara belantara pring

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemungkinan Pasar Karetan terinspirasi dari Pasar Papringan

      Hapus
  15. Aku pengen banget loh, ke sini. tapi belum kesampaian sampai sekarang. Padahal dulu masih sering bolak-balik Semarang-Wonosobo dan pasti lewat Temanggung. Keren masih ada sampai sekarang

    BalasHapus
  16. Eeh, udah nyampe sini aja Lintang. Aku udah lama banget pengen kesini tapi belum kesampean. Huhu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for reading and leaving comment :)

Postingan Populer