Penantian 2jam Demi Makan di Kupang

Sore itu kami kembali lagi ke Kupang dengan selamat. Berhubung Kak Geni nggak ada di Kupang, jadilah kami harus mandiri semalam di Kupang, artinya nggak ada yang jemput di bandara, nggak ada yang bawain motor buat kami jalan-jalan. Tapi Kak Geni tetep antisipasi atas keadaan kami tanpa dia di Kupang ini. Kami sudah dibekali nomor telpon taksi langganannya dan kunci kos Kak Ulfa yang juga lagi pulang kampung.


Tidak ada angkutan umum semacam bus apalagi kereta dari bandara Kupang ke kota. Kami bisa pakai taksi dari bandara atau telpon taksi langganan. Taksi-taksi di Kupang menggunakan mobil avanza, xenia dan berplat nomor hitam sehingga agak susah dibedakan dengan mobil pribadi. Untuk mengantar kami dari bandara ke kota, kami harus membayar 80,000 rupiah. Jumlahnya sama dengan taksi bandara.


Begitu sampai di kosan Kak Ulfa, yang untungnya hari ini airnya sudah menyala dengan sempurna, kami bisa mandi dan bebersih diri. Inget kemaren cuma mandi di laut bersama air laut dan punya keterbatasan dengan air segar, rasanya seneng banget. Apalagi pas kami ninggalin kos Kak Ulfa beberapa hari lalu, air bersih di Kupang nggak ngalir. Thanks God, kita direstui untuk mandi :D.

Setelah mandi, bawaannya laper dan pengen makan. Tengok kiri-kanan sekitar kosan kok nggak ada warteg yah. Kabarnya si warung-warung di sekitar kosan tutup semua karena semua anak kos juga pada pulang liburan akhir tahun ke kampung halaman. Jadi di hari yang tidak biasa ini, Kupang terasa sepi, karena pada hari biasa yang banyak mengisi Kota Kupang ya anak-anak perantauan. Karena kami juga nggak punya alat transportasi dan males bergerak akhirnya diputuskan untuk pesan antar dari satu-satunya restoran cepat saji yang kami tahu -dan sudah kami nikmati beberapa hari lalu- yang ada di Kota Kupang.

Tut,, tut,, "Mbak pesan untuk ke Kupang ya," "Apa mbak?" "Kupang," "Hah?? Kupang?" "Iya mbak, Kupang." "Sebentar ya mbak saya cek."
Firasat buruk, mbak operator di ujung aja nggak yakin ada cabang restonya sendiri di Kupang. -___-
"Mbak kalo diantarnya jam 8 malam gimana? Ini semua petugasnya lagi sibuk."
Saat itu jam 6 sore. Makanan kami baru akan diantar jam 8 malam. Berarti kami harus menunggu 2jam untuk menikmati makanan kami. Huhuhu. Tapi apa boleh buat, kami iyakan saja. Kami bahkan pesan dua kali lipat sekalian untuk sarapan besok pagi. Semoga aman.

Sebenarnya jarak restoran cepat saji dengan kosan nggak jauh banget dan lalu lintasnya sangat lancar. Ketika kami pakai motor beberapa hari yang lalu, dari kosan ke resto cepat saji hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Tapi ya,, ngantri di restonya panjang banget. Sepertinya orang Kupang suka banget makan ayam disana. Ada juga yang jauh-jauh datang dari pulau seberang dan beli ayam itu untuk oleh-oleh. Ini beneran, soalnya yang beli itu mamanya temen di Flores.

Gara-gara nggak tahan cuma bengong nunggu makan sampe dua jam dan cacing-cacing dalam perut sudah berubah jadi naga, akhirnya aku mutusin buat gerakin kaki lagi entah kemana. Si Kuncrit yang udah teler pilih tinggal sendirian di kosan. Ternyata pas jalan kaki gelap-gelapan, aku menemukan fakta baru di Kupang. Kalo kamu jalan, ntar ada motor klakson-klakson, itu artinya dia nawarin ojek. Dan ternyata ojeknya banyak banget. Karena nggak tahu mau kemana, jadi ya aku tolak-tolak itu ojeknya. Pas udah di jalan gede, angkotnya juga banyak. Biasanya mereka pasang lagu-lagu heboh yang kenceng. Lagi-lagi karena nggak tahu mau kemana, aku nggak berani nyobain angkot.
Hasil dari jalan kaki itu, aku ketemu semacam supermarket gede yang ada resto franchisenya. Lumayan bisa ganjel perut pake jus. Padahal biasanya aku udah kenyang pake jus, kali ini buat ganjelan doang.

Pas balik ke kosan sekitar jam 8an malam, ternyata ayam yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Ayam penantian baru datang setengah jam kemudian. Olalala,,,, sabaaaaarrrrrr.

*cerita ini jadi penutup #jalanketimor. Aku berharap ada lebih banyak cerita lagi dari timur.

Dinilint

Komentar

Postingan Populer