Waisak dan Cerita Yang Menyertainya

Saya ingat waisak tahun lalu. Saya ikut merayakan. Saya berdecak kagum memandang langit penuh cahaya. Lampion - entah berapa jumlahnya - beterbangan di udara. Permohonan dilepaskan ke angkasa. Biar semesta yang beri tanda 

Tahun ini aku ingin kembali menikmati suasana magical itu. Menikmati lampion yang beterbangan di udara. Merapalkan permohonan dan melepaskannya ke udara. Bertepatan dengan weekend, saya berencana untuk merayakan waisak hari Sabtu seharian dan minggunya dilanjut dengan jalan-jalan. Tapi, saya terpaksa mengubah rencana dan membatalkan niat. Hari minggu saya wajib bekerja.

Sabtu itu pukul 3 sore. Setelah serentetan drama hidup, akhirnya kami berenam tambah satu berangkat menuju Magelang. Saya cuma pengen nonton lampion sekalian make a wish. Actually I have many wishes. Hehehe. Perjalanan santai ditemani cuaca cerah dan guyon antar sahabat selalu menyenangkan.

Memasuki kompleks Candi Borobudur, suasana sangat berbeda seperti tahun lalu. Seperti dugaan saya dan teman, tahun ini pengunjung yang ingin merayakan waisak lebih banyak. Bahkan lebih lebih lebih banyak. Gila. Kalau tahun lalu mobil saya bisa masuk ke taman kompleks, kali ini masih di pertigaan dekat pasar saja kami tak boleh lewat. Terpaksa kami parkir di pinggir jalan, dan lanjut jalan kaki. Sudah sampai sini. Demi lampion.

Hujan rintik terus saja datang. Sepertinya sedikit, tapi bila tak pakai payung atau pun jas hujan, lama-kelamaan kami akan basah kuyup. Setelah jalan di bawah hujan yang konsisten, melewati petugas berseragam, dan pintu keamanan - waisak kali ini begitu banyakkah orang, sampai-sampai keamanannya sampai seperti di konser dan bandara - akhirnya kami berhasil memasuki kompleks Candi Borobudur. Di dalam kompleks candi, manusia betebaran di mana-mana. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana suasana di depan altar.

Okelah mari kita menikmati waisak bersama. Berpikir secara positif, banyak orang sudah terbuka dengan prosesi agama lain. Mereka mungkin mau mengenal lebih dekat budaya negerinya. Tapi, di kejauhan saya lihat banyak mbak-mbak yang cuma pake pakaian ala kadarnya. Saya ke konser apa ke ritual keagamaan sih. Di ujung sana, saya lihat ada yang ngerokok dengan nikmatnya. Saya ke tempat ibadah atau ke warung kopi. Di sudut mata saya melihat tangan yang dengan santainya melepaskan genggamannya dari botol plastik kosong. Ah,, kenapa masih pada nggak risih buang sampah sembarangan. Saya jadi sedih.

Sampai di depan altar, saya mendengar doa - doa dipanjatkan. Ah,, saya belum ketinggalan pradaksina berarti. Saya pengen ikutan berjalan mengelilingi Candi Borobudur tiga kali sambil merapalkan doa seperti tahun lalu. Tapi, di sela-sela pembacaan doa, saya dengar pengumuman dari panitia, peringatan pada para fotografer, turis, pendatang, atau apalah mereka supaya tidak berada di atas altar. Cosss,,, kok bisa. Pada saat ritual, baca doa, kok ya tega-teganya naik-naik ke altar. Di kejauhan saya lihat ada fotografer - ah,, mereka bisa disebut fotografer nggak sih,, cuma pegang kamera SLR tok - ketawa ketiwi duduk di tempat persembahan. Kok tegaaaaa.

Dan ternyata saya kehilangan momen pradaksina. Entah bagaimana, konsentrasi saya terbelah. Saya kecewa sama orang-orang ini. Kalo cuma bikin bete kenapa rombongan orang ini mesti kesini??

Hujan masih turun dengan konsiste. Rintik, kecil, dan basah. Cuaca yang terus seperti itu mengakibatkan lampion tidak jadi dilepaskan malam itu. Ah,, ada sedikit kecewa di hati saya. Tapi saya mau apa. La wong hujan Tuhan yang kasih. Mungkin saya dan banyak orang di sana belum siap untuk momen lampion. Saya dengar banyak yang kecewa dan menyalahkan panitia. Kok bisa-bisanya??

Tiba-tiba saya tersentil. Saya juga ada di kompleks Candi Borobudur malam itu ya cuma untuk menikmati lampion. Untuk bisa cerita ke teman-teman. Untuk saya sendiri. Keingininan egois. Damn. Apa bedanya saya dengan orang-orang itu?? Apa bedanya saya dengan turis-turis hipster yang dihujat di media sosial? Apa bedanya saya dengan orang-orang sok fotografer yang ganggu-ganggu itu? Kehadiran saya di sana juga cuma menuh-menuhin aja kan. Nambahin pengap. Nambahin macet. Malahan kirim getaran negatif dengan pemikiran-pemikiran kejengkelan saya. Ah,,,

Komentar

Postingan Populer